Berbicara kepada publik atau media mungkin bisa dilakukan untuk mengungkap secara transparan persoalan yang ada. Akan tetapi jika hal itu dilakukan secara tergesa-gesa bukan tak mungkin akan berbalik jadi  bumerang. Apalagi jika tanpa akurasi data sedangkan di sisi lain ada pihak yang mungkin berkepentingan agar hal ini tidak terekspose. Bisa di pusat atau di daerah.
Dua hal mengapa bisa ada pihak yang berkepentingan terkait data penerima bantuan sosial yang bermasalah.
Pertama yaitu masalah kompetensi; ada pihak yang tidak atau kurang berkompeten mengurus data. Kedua masalah kepentingan akses dana bansos. Dengan adanya data fiktif berarti ada sejumlah nominal uang  yang  tidak akan pernah bertemu pemiliknya tetapi  dia harus disalurkan!
Dengan hitungan Rp 1000 saja maka 21 juta data ganda itu berarti Rp 21 miliar. Dengan kalkulasi  dana bansos per kepala  yang wajar plus menghitung periode bantuan secara berkala maka dapat disimpulkan potensinya bisa mencapai triliunan rupiah.
Semoga Risma segera menemukan jalan keluar dari masalah ini; menyelamatkan dana bansos agar tepat sasaran dan --jika ada-- mengungkap penanggung jawab data bansos yang bermasalah itu.
Belum ada satu semester Risma jadi menteri. Akan tetapi seiring waktu keberanian untuk bertindak akan muncul bersamaan dengan penguasaan medan yang selama ini mungkin dikuasai pihak-pihak yang diuntungkan dana bansos.***