Sudah ada tiga pejabat yang marah terkait bantuan sosial dalam beberapa hari ini. Pertama, presiden; kedua, DPR FPAN Yandri Susanto; ketiga, Bupati Alor Amon Djobo.Â
Beban Risma sebelumnya yaitu tekanan dari pihak tertentu saat data ganda dihapus itu.  Dengan posisi yang dipegang Risma saat ini yaitu sebagai menteri, maka pihak yang menekan ini  mestinya bukan pejabat  biasa.
Soal Jokowi marah tentu sangat wajar karena menyangkut tanggung jawab sebagai kepala negara; kemudian secara politik, Jokowi adalah kader PDIP. Menyangkut  Kementerian Sosial, publik akan mengingat kasus korupsi dana bansos yang menyeret menteri asal parpol PDIP yaitu Juliari Batubara.Â
Bola panas agenda memperbaiki citra PDIP berada di tangan Jokowi dan Risma. Mereka harus bekerja keras untuk membalikkan keadaan dengan menampilkan citra Kemensos dan partainya sebagai lembaga yang akuntabel dan kompeten.
Terkait desakan DPR kepada Risma untuk menyebutkan pihak yang keberatan karena data ganda dihapus semestinya Risma memang hati-hati.
Ada kesan DPR ingin membenturkan dengan pihak penekan itu dengan memainkan peran sebagai korban yang tertuduh. Sangat janggal karena Risma tidak menyebutkan pihak DPR, dan lagi pula bukankah pembicaraan data ganda saat itu dilakukan di DPR?
Lalu soal  kasus di Alor itu, yang janggal adalah saat Bupati Amon Djobo tiba-tiba menyinggung dana PKH. Jenis bantuan yang disebutkan Risma adalah dana bansos kebencanaan, bukan PKH. Apakah hal itu karena terpeleset lidah ataukah memang dana PKH ini sedang dalam permasalahan?
Data PKH mestinya lebih rapi karena tentu berdasarkan survei dengan waktu yang cukup. Data warga yang kena bencana jauh lebih random karena korban bisa siapa saja: Â tua muda, kaya miskin, penerima PKH atau bukan. Mereka berhak memperoleh bantuan.
Menyelamatkan hak warga, mengungkap pelaku
Keluar dari tekanan ini memang cukup pelik.