Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Insiden Penusukan Wiranto, Deradikalisasi di Tubuh TNI-Polri Mendesak Dilakukan

11 Oktober 2019   20:07 Diperbarui: 11 Oktober 2019   23:24 2222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar berita ditangkapnya istri seorang anggota POMAU karena komentar negatif atas peristiwa penusukan Menkopolhukam Wiranto di Pandeglang (tni-au.mil.id).

Tangkapan layar komentar dan jawaban istri Dandim Kendari di medsos terkait insiden penusukan Wiranto (inilahsultra.com).
Tangkapan layar komentar dan jawaban istri Dandim Kendari di medsos terkait insiden penusukan Wiranto (inilahsultra.com).
Komentar negatif lainnya datang dari FS, istri Peltu YNS anggota Satpomau Lanud Muljono, Surabaya.  

FS terang-terangan mengatakan dugaan kejadian di alun-alun Menes adalah drama Wiranto sebagai pengalihan isu pelantikan. Dan yang lebih keji lagi adalah bahwa jika kejadian itu benar maka ia mendoakan agar si penyerang Wiranto baik-baik saja dan yang ditusuk semoga lancar kematiannya!

Berikutnya kabar yang berasal dari Bandung.  LZ, istri Sersan Dua Z yang bertugas di Detasemen Kavaleri  Berkuda, diamankan aparat atas ujarannya yang tidak mencerminkan seorang anggota keluarga TNI.

Terbuka kemungkinan  ada beberapa lainnya yang tak terungkap, komentar negatif dari lingkungan TNI (atau Polri) atas musibah yang menimpa pejabat tinggi negara.

Fakta tersebut memperkuat analisis Menhan Ryamizard soal adanya 3% anggota TNI-Polri yang terpapar paham radikalisme.  

Apalagi, kasus-kasus besar belakangan ini telah menyeret sejumlah jenderal purnawirawan: peristiwa kerusuhan 21-22 Mei lalu dan rencana aksi untuk menggagalkan pelantikan presiden 19 Oktober  nanti. Mereka antara lain Mayjen TNI (Purn.) Kivlan Zen, Mayjen TNI (Purn.) Soenarko, Laksamana Muda (Purn.) Sony Santoso, dan mantan KSAL Laksamana (Purn.) Slamet Soebijanto.

Pemerintah dalam hal ini TNI, Polri, BIN, Polisi Militer dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila harus bertindak cepat. Sudah terbukti paham radikalisme menyusup di lingkungan kampus, di kalangan ASN, di tempat ibadah, dalam ormas bahkan hingga siswa sekolah dan guru.

Sebelum program deradikalisasi dilakukan di elemen masyarakat yang lain dan mereka yang terlibat jaringan, TNI dan Polri harus membersihkan diri di kalangan mereka sendiri dahulu. Secepatnya sebelum meluas dan membesar.

Keterlibatan sebagian kecil anggota TNI dan Polri dalam gerakan radikal pasti berdampak serius,  memberi  pesan menyesatkan pada masyarakat.

Kalangan awam yang terpapar akan beranggapan bahwa gerakan radikal untuk merongrong pemerintahan yang sah mendapat dukungan militer sehingga menimbulkan kepercayaan diri yang keliru dalam cara berpikir, berbicara (komentar), dan bertindak mereka. Mereka berpikir apa yang dilakukannya mendapatkan pembenaran bahkan dari kalangan militer sendiri, tidak hanya dari petinggi-petinggi sipil dari ormas atau partai tertentu. 

Pascaserangan teroris JAD di Pandeglang, pengawalan ketat kepada pejabat tinggi pemerintah penting dan harus dialakukan. Tetapi program deradikalisasi sangat urgen, dimulai dari lingkungan TNI-Polri sendiri dan keluarganya. Resiko yang sedang kita hadapi sudah sangat serius.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun