Mohon tunggu...
Agung Ramdhani
Agung Ramdhani Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - freelancer

penyuka aktifitas adrenalin, kadang menulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Diskon Ojol, Candu Beraroma Monopoli

20 Juni 2019   17:48 Diperbarui: 20 Juni 2019   17:59 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ojek online | tempo.co

Artinya, praktik diskon dilakukan dengan pertimbangan matang. Memiliki "aroma" berbeda jika hanya disebut diskon. Terindikasi memiliki tujuan tertentu agar meraih keuntungan lebih signifikan di kemudian hari.

Berapa lama praktik itu akan dijalankan? Seberapa kuat dana atau modal tersedia bertahan? Satu sama lain tentu akan berbeda. Antara Grab dan Go-jek pasti memiliki kemampuan "jual rugi" berselimut diskon yang berbeda.

Hanya saja, sejauh praktik diskon itu tidak diatur oleh regulator, kuat-kuatan modal itu hampir pasti memakan korban. Akan mematikan salah satu di antara dua aplikator besar yang saat ini masih eksis di Indonesia dan juga bersaing di Asia Tenggara; Go-jek dan Grab.

Perlu diingat, praktik kuat-kuatan modal itu sudah pernah memakan korban yaitu Uber. Salah satu aplikator ride-hailing  besar global yang tidak sanggup bersaing sampai kemudian diakuisisi Grab di Asia Tenggara.

Kembali ke persaingan Gojek -- Grab, salah satu di antara mereka, dengan pertimbangan strategi bisnis yang berbeda, bisa saja tidak meladeni praktik diskon yang jor-joran. Tapi, risikonya besar karena berpotensi kehilangan pelanggan.

Itu lah salah satu dilema yang dihadapi pihak aplikator saat ini. Praktik adu kuat diskon itu jika tidak dilayani tetap akan berdampak negatif.

Dilema kedua, tetap dilayani. Mau tidak mau harus dilayani meski disadari akan berdampak negatif. Rugi lalu mati.

Maka intinya, praktik diskon yang dilakukan secara gila-gilaan tanpa aturan dan berkepanjangan hanya akan mematikan kompetisi. Matinya kompetisi berakibat negatif juga kepada konsumen karena pilihan semakin terbatas.

Dalam konteks hanya ada dua pemain dominan, dalam kasus ini Go-jek vs Grab, matinya kompetisi akan menciptakan monopoli. Sesuatu yang tentu seharusnya dihindari.

Monopoli dan Melemahkan Regulasi
Kemenhub melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam merumuskan aturan pembatasan diskon ojol. KPPU sebagai wasit persaingan bisnis sehat itu menilai ada indikasi predatory pricing  dalam pemberian diskon oleh aplikator.

Ketua KPPU, Kurnia Toha, menyebut predatory pricing  alias jual rugi merupakan langkah pelaku usaha di suatu pasar untuk menjual produk atau layanannya dengan harga semurah mungkin. Tujuannya agar dapat mengalahkan pesaingnya agar kemudian bisa menguasai pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun