Mohon tunggu...
Agung Pratama
Agung Pratama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Pegiat isu sosial, politik, gender, dan media. netizen barbar tapi kritis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melawan Standar Hidup yang Tak Realistis

29 Desember 2021   13:13 Diperbarui: 27 Mei 2022   06:06 1540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bersantai di rumah (Sumber: PEXELS/ARTEM PODREZ)

Pemikiran manusia yang berkembang dari masa ke masa membuka mata kita bahwa modern problem needs modern solving. 

Kalau dahulu orang berpikir bahwa banyak anak banyak rezeki, secara praktis itu sangat masuk akal karena pada zaman itu persaingan begitu longgar, sumber daya melimpah, serta kebutuhan hidup yang masih konvensional. 

Tetapi di abad 21, jumlah anak hendaknya menyesuaikan dengan sumber daya yang kita miliki, mengingat populasi dan persaingan hidup yang semakin sengit. Jelas kedua keadaan ini sama sekali berbeda.

Kita akan menemukan banyak sekali standar hidup yang tidak realistis di masa quarter life crisis, yang paling nyata adalah seolah-olah di usia 20-30 tahun kita dituntut untuk memiliki segala hal, mengetahui segala seluk beluk dunia, dan hidup sukses. 

Tentu saja hal-hal demikian sangat tidak masuk akal mengingat setiap dari kita memiliki visi misi hidup yang berbeda tetapi kenapa kita dibatasi oleh standar yang sama? Kenapa kita membiarkan batasan-batasan ini hidup dan mencoba menghalangi langkah kita?

Sudah saatnya bagi kita untuk menentukan sendiri batas-batas yang mengikuti kapasitas yang kita miliki.

Kamu berhak menentukan waktu untuk dirimu menggali potensi diri sedalam-dalamnya tanpa batasan, melakukan hal yang ingin kamu lakukan sendirian di masa lajang, mengejar apapun cita-citamu dengan sumber daya yang kamu miliki dan kamu bahkan tidak merepotkan orang lain dengan melakukan itu semua. 

Lihat betapa hebatnya dirimu tanpa kamu sadari. Maka berhentilah menyalahkan, memandang rendah dirimu, menghanyutkan pikiranmu dalam arus kelam yang kita sebut insecurity.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun