Audit perpajakan merupakan salah satu pilar penting dalam sistem administrasi perpajakan modern. Dalam praktiknya, audit perpajakan tidak hanya memerlukan pendekatan teknis dan hukum, tetapi juga filosofi untuk memahami konflik, solusi, dan sinergi antara berbagai pihak yang terlibat, yaitu otoritas pajak, wajib pajak, dan akuntan publik.
Dalam perspektif hukum, Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mendefinisikan pemeriksaan pajak sebagai serangkaian kegiatan untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti secara objektif dan profesional. Tujuan utamanya adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain yang relevan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan pajak dapat dilakukan karena beberapa alasan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021. Penyebab pemeriksaan pajak mencakup situasi seperti permohonan pengembalian kelebihan pajak, data konkret yang menunjukkan kurang bayar, pengajuan Surat Pemberitahuan (SPT) lebih bayar, atau kondisi lain yang dipilih berdasarkan analisis risiko.
Proses pemeriksaan melibatkan berbagai tahapan, mulai dari penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), pengumpulan dokumen, pengujian, hingga penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Tahapan ini bertujuan untuk memastikan pemenuhan kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan hukum, sambil mengedepankan prinsip objektivitas dan transparansi.
Pemeriksaan pajak mencakup serangkaian tahapan yang dirancang untuk memastikan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak secara objektif, transparan, dan profesional. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ/2015 menetapkan prosedur standar yang harus diikuti dalam pemeriksaan pajak.
Alur Pemeriksaan Pajak Berdasarkan SE-39/PJ/2015
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2015 merupakan pedoman yang mengatur tata cara pemeriksaan pajak di Indonesia. Pemeriksaan pajak dilakukan oleh otoritas pajak untuk memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, serta untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi pelanggaran, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Berikut ini adalah uraian rinci tahapan pemeriksaan pajak berdasarkan SE-39/PJ/2015, disertai penjelasan lebih detail serta contoh kasus nyata yang terjadi di Indonesia maupun di tingkat global.
1. Penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK)
Tahapan pertama dalam proses pemeriksaan pajak adalah penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). SP2DK diterbitkan oleh otoritas pajak jika ditemukan data, informasi, atau indikasi yang menunjukkan ketidakcocokan atau potensi pelanggaran dalam laporan pajak wajib pajak. SP2DK ini bertujuan untuk meminta klarifikasi awal sebelum dilakukan pemeriksaan lebih mendalam.
Contoh:
Dalam kasus seorang wajib pajak individu yang memiliki banyak aset properti namun melaporkan penghasilan yang rendah dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan SP2DK untuk meminta penjelasan atas sumber dana yang digunakan untuk membeli properti tersebut. Jika wajib pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai, maka proses pemeriksaan dapat dilanjutkan.