Secara struktural, hasil proyeksi tersebut muncul sebagai pengulangan lingual yang variatif. Pada tataran fonologis, muncul aliterasi dan asonansi atau rima; pada tataran sintaktis muncul paralelisme struktur; dan pada tataran semantis muncul paralelisme makna.Â
Ketiga, hasil konkret dari proyeksi tersebut adalah bahasa puitis, yakni bahasa yang bentuknya ditonjolkan demi dampak estetis. Warisan terpenting dari teori puitika Roman Jakobson adalah: (a) prinsip keseimbangan dan kekuatan analisis struktural, dan (b) upaya menyibak misteri makna puitis (Kadarisman, 2010)
Selanjutnya, mari kita coba menikmati puisi Emi Suy yang berjudul "Ayat-Ayat Rindu" (sebagai sampel), Â lalu kerangka berpikir kita pijakkan pada puitika Jakobson di atas.
AYAT-AYAT RINDU
1/
rindu semakin menggigilkan malam
pada yang entah
kutitipkan rasa yang merinai di setiap tetes hujan
2/
aku tak sanggup membendung
aliran yang begitu deras
rindu menyungai di dadaku
3/
akankah kau arungi sungai itu
dari hulu ke hilir sampai ke muara di mana lautan bertemu
berbalun ombak biru rindu kita yang utuh
Puisi "Ayat-Ayat Rindu" memiliki kesamaan tema dengan puisi "Yang Maha Rindu". Puitika yang tercermin dalam puisi "Ayat-Ayat Rindu" dapat diterang-jelaskan sebagai berikut. Pertama, puisi tersebut menandakan terjadinya kebebasan kreatif dalam memilih bentuk puisi yang digunakan untuk menyampaikan berbagai kemungkinan makna.Â
Pada poros paradigmatic lajur leksikal atau diksi yang digunakan penyair merupakan kata keseharian, perpaduan antara kata denotative maupun konotatif. Diksi yang konotatif tampak setelah terangkai dengan diksi lainnya seperti "menggigilkan malam", "rasa yang merinai", "rindu menyungai", dan sebagainya. Â Lalu perpaduan tersebut diproyeksikan pada poros sintagmatik yang menyangkut 3 tataran yakni fonologi, sintaktis, dan semantic.
Pada tataran fonologis, puisi tersebut kita temukan adanya bunyi-bunyi asonansi dan aliterasi. Bunyi asonansi berupa bunyi vocal yang berdekatan di setiap baris. Bait 1/ baris 1 puisi tersebut didominasi oleh asonansi /i/. Baris 2 didominasi asonansi /a/. Baris 3 didominasi asonansi perpaduan bunyi /i/ dan /a/. Pada bait 2/, baris 1 terdapat asonansi perpaduan bunyi vocal /a/ dan /u/. Baris 2 terdapat asonansi perpaduan bunyi vocal  /a/ dan /i/.Â
Baris 3 terdapat asonansi perpaduan bunyi vocal /a/, /i/, dan /u/. Pada bait 3/ baris 1 terdapat asonansi /a/, /i/, dan /u/. Baris 2 terdapat asonansi bunyi vocal /a/, /i/, /u/, dan /e/. Baris 3 terdapat asonansi bunyi vocal /a/ dan /u/. Selanjutnya aliterasi terkait dengan bunyi konsonan yang berdekatan di setiap baris. Bait 1/ baris 1 misalnya terdapat aliterasi berupa variasi konsonan sengau /n/, /m/, /ng/.Â