"Pesan yang sederhana dan menyentuh emosi mampu bertahan lebih lama daripada pidato penuh data."Â
Dalam banyak kesempatan memberikan sesi coaching bersama karyawan di berbagai perusahaan dan institusi, saya sering menjumpai keluhan yang polanya sama. Katanya, "Rapat kita terlalu panjang, tapi setelah selesai, apa yang harus dikerjakan tetap tidak jelas. Blur, dan remang-remang"
Saya kira, "fenomena" ini semakin relevan untuk lebih kita perhatikan di era kerja hybrid. Betapa tidak, dengan waktu rapat terbatas, perhatian mudah teralihkan, dan karyawan lebih sering mengingat hal yang sederhana. Ya, satu kalimat sederhana yang lebih "jleb" masuk ke dada dibandingkan slide penuh data.
Sungguh, saya sangat meyakini bahwa seorang pemimpin tidak diukur dari panjang pidatonya. Juga bukan seberapa sering ia memberikan briefing. Melainkan dari seberapa lama pesannya melekat di benak orang lain atau timnya.
Dua Pemimpin, Dua Hasil Berbeda
Saya teringat dua gaya manajer yang berbeda dalam sebuah rapat strategis terkait Customer Service Excellent:
Manajer A memaparkan analisis lengkap selama 10 menit, penuh dengan data teknis. Semua mendengarkan, tetapi tak ada yang benar-benar mengingat inti pesannya.
Manajer B berbicara hanya 4 menit. Ia membuka dengan kisah sederhana tentang pelanggan yang kecewa, lalu menutup dengan kalimat singkat namun kuat:
"Jika kita bisa membuat satu pelanggan tersenyum kembali, kita sedang membangun masa depan perusahaan ini."
Usai rapat, tim lebih sering mengutip kalimat manajer B. Mengapa? Karena pesannya sederhana, emosional, dan mudah dibagikan kembali.
Prinsip Sticky Message dalam Kepemimpinan
Riset komunikasi membuktikan bahwa otak manusia lebih mudah mengingat cerita dibandingkan data mentah. Mulai dari data statistik, trend kebutuhan kedepan, flowchart, hingga angka-angka.