Hidup akan terasa lebih ringan bila kita ikhlas bernyanyi dengan hati, seperti Kang Acil yang menjadikan lagu sebagai doa.
Ada jiwa-jiwa yang tidak sekadar hidup, tetapi meninggalkan gema panjang setelah kepergiannya. Jiwa yang melintasi waktu, menyeberangi ruang, dan tetap berdiam dalam hati mereka yang pernah disentuh olehnya. Demikianlah sosok Kang Acil - Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah, yang di mata dunia dikenal sebagai bagian dari legenda Bimbo. Namun, di hati mereka yang berjumpa dengannya, ia adalah pribadi sederhana, hangat, dan memeluk dengan kasih seorang kakak.
Hari itu, Sabtu, 21 Desember 2019, saya mendapat undangan dari guru saya, Pak Jarwoto, yang kala itu menjabat Kepala Sekolah SMAN 1 Sukaresmi, Cianjur. Sekolah tersebut tengah menggelar pameran karya ilmiah, peluncuran buku baru, serta pertunjukan seni siswa-siswi. Saya tiba sekitar pukul setengah sepuluh pagi. Ketika memasuki ruang kepala sekolah, saya mendapati Kang Acil sudah hadir di sana.
Oh, betapa sebuah anugerah: kesempatan berjumpa langsung dengan sosok yang selama ini hanya saya kenal dari karya-karya besarnya. Spontan, dengan sangat antusias saya bertanya sejarah dan perasaan pertamanya ketika melantunkan lagu legendaris Sajadah Panjang karya Taufiq Ismail.
Saat itu, beliau dengan rendah hati menceritakan dengan tutur ramah, lembut, namun penuh wibawa. Ia berbagi cerita panjang. Sejumlah orang yang hadir tampak terpukau. Tak ada jarak antara dirinya dan kami; tak sedikit pun ia menampakkan dirinya sebagai selebritas, melainkan sebagai seorang kakak yang bercerita.
Lebih dari setengah jam, tutur Kang Acil mengalir bagaikan mata air: jernih, menyejukkan, sekaligus menyelami kedalaman jiwa. Ia tidak sekadar "menjelaskan lagu", melainkan menyalakan lentera batin siapa pun yang mendengarnya.
Saya yang terhanyut hanya bisa berbisik lirih, "Hatur nuhun, terima kasih pisan, Kang Acil. Nyeredet pisan ceritanya, sungguh menyentuh begitu dalam."
Ketika ruangan semakin ramai oleh tamu lain, saya berpamitan bersama Pak Jarwoto untuk berkeliling sekolah. Ia menunjukkan karya-karya terbaik siswanya, setiap sudut kelas, hingga akhirnya ia kembali menemani Kang Acil di ruang kepala sekolah. Saya sendiri tetap berdiri di lantai dua, pandangan tertuju ke arah panggung yang telah disiapkan.
Tak lama kemudian, tibalah giliran Kang Acil tampil sebagai bintang tamu pertama. Di hadapan seluruh hadirin, dengan suara tenang dan penuh wibawa, ia membuka sambutan dengan apresiasi kepada sekolah. Lalu, dengan lembut ia berkata:
"Lagu ini khusus saya persembahkan buat sahabat baru saya, yang mencintai dengan sepenuh hati lagu ini. Semoga lagu ini dapat mengikat kita, juga kita semua, pada Sajadah Panjang di rumah dan di mana pun kita berada."