Bagi keluarga atau tim, coaching dalam setting gathering juga memperkuat bonding. Seorang manajer Hubungan Industrial yang ikut leadership camp di Puncak Bogor mengatakan:
"Saya merasa lebih kenal rekan kerja saya dalam 2 hari retreat, daripada 2 tahun duduk sekantor."
Risiko: Fokus Terdistraksi
Namun, ada sisi lain yang perlu diwaspadai. Dr. Marshall Goldsmith, coach kepemimpinan global, mengingatkan bahwa coaching yang efektif butuh fokus, refleksi, dan keberlanjutan. Jika coaching hanya jadi sisipan di antara agenda jalan-jalan, maka hasilnya cenderung dangkal.
Risiko paling umum, biasanya ada 3 hal. Pertama, ada distraksi. Jadwal wisata, hiburan, atau dinamika keluarga bisa saja dengan mudah mengalihkan perhatian. Kedua, superfisial. Memang insight muncul, tapi tidak diperdalam dengan aksi nyata. Dan ketiga, biasanya kurang tindak lanjut. Artinya, tanpa rencana pasca-coaching, semangat peserta cepat hilang begitu acara usai.
Jadi, Kapan Cocok Digabung?
Jika tujuannya refleksi, inspirasi, dan membangun koneksi, maka coaching dalam gathering atau wisata bisa sangat efektif. Formatnya lebih mirip "leadership retreat". Ringan, reflektif, dan memberi pengalaman emosional yang mengikat.
Namun, jika targetnya perubahan perilaku spesifik, peningkatan skill komunikasi, atau transformasi gaya kepemimpinan, maka private coaching terfokus tetap tak tergantikan. Di sinilah pentingnya menyamakan ekspektasi sejak awal.
Menyambung Dua Dunia
Mungkin, pendekatan terbaik bukan memilih salah satu, tapi menggabungkan keduanya secara strategis. Misalnya, untuk retreat atau gathering, ini bisa untuk membuka perspektif, membangun trust, dan menyatukan visi. Sementara untuk private coaching pasca retreat, bisa dimanfaatkan untuk memperdalam isu personal dan merancang roadmap aksi.
"Pertemuan yang bermakna bukan tentang tempat, tapi tentang keberanian melihat ke dalam diri dan bertumbuh darinya." ~ Ade FM
Catatan Akhir
Coaching sambil wisata atau gathering bukan tren kosong, melainkan cara baru menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan generasi kerja modern. Namun, esensinya tetap sama: coaching adalah ruang untuk menemukan jawaban dalam diri, bukan sekadar aktivitas pelengkap.
Seperti kata John Whitmore, pionir coaching modern:
"Coaching adalah membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Itu tidak bisa dicapai jika hanya dilakukan setengah hati."
Jadi, apakah coaching sambil wisata cocok? Ya, asal tahu batasnya. Karena pada akhirnya, bukan tempatnya yang menentukan transformasi, melainkan kualitas percakapan dan keberlanjutan tindak lanjutnya.