Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Insan Pembelajar

Agung MSG - Trainer Transformatif | Human Development Coach | Penulis Buku * Be A Rich Man (2004) * Retail Risk Management in Detail (2010) * The Prophet’s Natural Curative Secret (2022) 📧 Email: agungmsg@gmail.com 📱 Instagram: @agungmsg 🔖 Tagar: #haiedumain | #inspirasihati

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Refleksi Seorang Penulis Introvert tentang Basa-Basi, Validasi, dan Asa di Kompasiana

22 Juli 2025   08:27 Diperbarui: 22 Juli 2025   10:10 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yang sunyi pun layak didengar. Tak jarang, penulis introvert resonansi dan maknanya lebih bergetar. | Foto: introvertdear.com

 "Kami menulis bukan untuk mencari sorotan. Kami menulis agar tak terdiam di tengah keramaian. Bagi kami, menulis bukanlah tentang tampil paling bersuara, tapi tentang hadir paling jujur di tengah keramaian yang sering memekakkan."

Sunyi yang Ramai

Di dunia yang semakin riuh oleh interaksi, keberadaan seorang penulis introvert kerap terasa janggal. Kompasiana, sebagai rumah besar penulis warga, menyediakan ruang terbuka bagi siapa saja yang ingin berbagi gagasan, pengalaman, dan empati. Tapi bagi sebagian dari kami yang terbiasa mengendapkan kata dalam diam, proses menjadi "terlihat" ternyata lebih rumit dari sekadar menerbitkan tulisan.

Baru-baru ini, saya menyimak diskusi dari sesama Kompasianer tentang sulitnya menembus kategori Pilihan (Highlight) atau bahkan Artikel Utama (Headline), meski telah menulis dengan serius dan konsisten. Salah satu refleksi datang dari penulis senior yang menyampaikan bahwa faktor "koneksi" sosial, waktu tayang, hingga intensitas komentar basa-basi ikut memengaruhi visibilitas karya. Sebuah pengakuan yang jujur, tapi juga menyisakan pertanyaan: Apakah kualitas konten masih cukup untuk diperjuangkan?

Artikel ini akan membahas dua tarikan "antara kualitas dan koneksi" bagi seorang penulis introvert, yang ingin tetap "menulis otentik di tengah dinamika sosial komunitas".

Ketika Basa-Basi Jadi Mata Uang Sosial

Di Kompasiana, interaksi berupa komentar menjadi bagian dari ekosistem yang sehat. Tapi tidak bisa dipungkiri, banyak komentar yang terasa mekanis: "tulisan yang menarik," "ulasannya bagus," "terima kasih telah berbagi." Kalimat-kalimat ini, meski terdengar manis, seringkali tak memberi substansi.

Bagi penulis yang terbiasa mengolah makna dengan ketelitian, komentar semacam itu bisa menjadi beban tersendiri. Kita bukan tak menghargai sapaan atau pujian, tetapi kita juga merindukan umpan balik yang jujur dan membangun, bahkan jika itu berupa kritik. Karena dari sanalah kita bisa bertumbuh.

Seorang teman pernah berkelakar, "Yang penting kan bukan dibaca, tapi dikomentari." Dan meski itu setengah bercanda, ada kebenaran di dalamnya. Dalam algoritma konten dan perhatian, komentar menjadi penanda keterlibatan. Tapi ketika keterlibatan itu lebih karena kewajiban sosial daripada ketulusan, apakah makna dari tulisan masih tersisa?

Validasi yang Tidak Dicari, Tapi Diperlukan

Introvert bukan berarti antisosial. Kami hanya memerlukan ruang aman untuk berpikir lebih dalam dan mengekspresikan diri dengan otentik. Saat sebuah tulisan berhasil masuk ke kategori Pilihan atau Artikel Utama, tentu ada rasa bahagia. Tapi bukan karena ingin terkenal. Sama sekali bukan itu. Melainkan karena tulisan kami, yang lahir dari perenungan dan kesendirian, ternyata dianggap layak untuk dibaca lebih luas.

Validasi seperti itu bukan tujuan akhir, tetapi bisa menjadi tanda bahwa kehadiran kami diakui. Namun saat validasi itu terasa lebih mudah diraih oleh mereka yang lebih aktif bersosialisasi, berbasa-basi, atau menulis di waktu-waktu tertentu, timbul kegetiran dalam diam.

Kita mulai bertanya: Apakah kualitas tulisan saya tidak cukup? Apakah karena saya tidak pandai menyapa atau membalas komentar, tulisan saya jadi tidak dilirik? Apakah ruang ini memang untuk semua, atau hanya untuk yang pandai bersuara?

Antara Asa dan Sistem yang Tak Terlihat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun