Â
"Penambang emas sejati di era digital ini adalah mereka yang paling memahami manusia di balik layar, bukan yang paling canggih teknologinya."
Era Keemasan Itu Bernama Sekarang
Kemarin, saya baru ngeh bahwa hampir setelah dua-tiga kali saya scrolling di Instagram, iklan penawaran bisnis terkait dunia digital selalu nongol di algoritma saya. Ah, fenomena ini rasanya seperti "demam emas jilid dua". Lahannya bukan di tambang, tapi di layar ponsel dan platform digital.
Ya, ribuan orang, bisnis kecil, startup, bahkan konglomerat, kini bersaing sengit berlomba-lomba menambang peluang di dunia maya. Emasnya bukan logam mulia, tapi atensi konsumen, transaksi digital, dan loyalitas pelanggan. Fenomena ini, dikatakan oleh para praktisi di dunia e-commerce dengan sebutan Digital Gold Rush.
Bagi saya, istilah ini bukanlah sekadar hiperbola. Karena, dari laporan We Are Social dan Hootsuite per Januari 2024 mencatat bahwa Indonesia memiliki lebih dari 240 juta pengguna internet. Menariknya, 80% di antaranya aktif berbelanja secara online dan bersosialisasi di dunia maya. Ini berarti, pasar digital kita bukan hanya besar, tapi juga aktif. Bahkan ada praktisi yang mengatakan penetrasi internet mobile tahun 2029 bisa mencapai 258 juta lebih. Oh, tentu ini sebuah ladang emas yang sangat menggoda. Khususnya, bagi siapa pun yang ingin mencoba peruntungan di ranah e-commerce.
Tidak berlebihan rasanya, bila ada ungkapan "Kemana atensi tertuju, disana uang mengalir". Apalagi dengan fakta dan fenomena internet, trust dan AI yang mendukung pertumbuhan e-commerce sekarang ini. Pengguna dan lamanya orang berinternet terus naik. Internet sekarang jadi "dunia nyata ke-2" bagi banyak orang. Trust belanja online pun meningkat drastis nilai transaksinya, plus keberadaan AI yang kian mengakselerasi pertumbuhannya.
Namun, hukum alam tetap berlaku dimana-mana. Seperti pada demam emas zaman dulu, tidak semua penambang pulang dengan kantong penuh. Ada yang kaya mendadak dalam "semalam", ada pula yang "Gatot" - gagal total tenggelam dalam lumpur kegagalan. Maka pertanyaannya: apakah kita hanya mau ikut-ikutan saja, atau benar-benar serius membangun tambang yang benar-benar tahan badai?
Memahami Makna Digital Gold Rush dalam E-Commerce
Digital Gold Rush dalam konteks e-commerce kini kian besar. Ada ledakan besar dalam pertumbuhan bisnis daring. Para pelaku usaha di dunia maya bersaing cepat untuk menarik pasar melalui teknologi, otomatisasi, digitalisasi dan AI. Ya, seperti para pencari emas di abad ke-19 yang membawa sekop dan cangkul, kini "alat tempur" penambang pun beragam:
* Platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, hingga TikTok Shop
* Teknologi pendukung seperti AI, big data, dan chatbot
* Strategi pemasaran digital melalui influencer, ads targeting, hingga live streaming
Tapi perlu dicatat, emas digital tidak bisa didulang dengan semangat semalam. Butuh mindset yang benar, kuat dan mental yang tepat. Juga butuh strategi, diferensiasi, dan ketekunan level "dewa".
Siapa Para Penambang Emas Digital?
Dalam lanskap ini, mari kita lihat beberapa peran kuncinya :
* Pertama, penambang. Mereka adalah para pelaku UMKM, startup, dan brand besar yang berlomba-lomba menjual produk dan membangun nama.
* Kedua, pemasok sekop. Ini berupa platform dan tools digital yang menyediakan akses dan infrastruktur - Shopee, Meta, Google, Tokopedia, dll.
* Ketiga, tambang baru. Yaitu trend dan peluang seperti green product, hyper-personalization, dan AI-powered commerce