Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Transformative Human Development Coach | Penulis 3 Buku

Agung MSG – 🌱 Transformative Human Development Coach ✨ Mendampingi profesional bertumbuh lewat self-leadership, komunikasi, dan menulis untuk reputasi. 📚 Penulis 3 buku dan 1.400+ artikel inspiratif di Kompasiana dengan konsistensi kualitas yang mendapat sorotan headline dan highlight. 💡 Penggagas HAI Edumain – filosofi belajar dan berkarya dengan hati, akal, dan ilmu. 📧 agungmsg@gmail.com | 🔗 bit.ly/blogagungmsg | 📱 @agungmsg | 📞 +62 813-2045-5598 🔖 #TransformativeCoach #LeadershipWriting #GrowWithAgung

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

HPN 2025: Refleksi atas Pilar Demokrasi di Tengah Badai Informasi dan Tuntutan Keadilan Sosial

11 Februari 2025   13:30 Diperbarui: 11 Februari 2025   13:33 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pers yang bebas dan bertanggung jawab adalah napas demokrasi, suara rakyat, dan penjaga keadilan.|Foto: shuttrstock viatribunnews.com 

Tercatat, data menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia cukup tinggi. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap jurnalis dari tahun ke tahun.

Data Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis:

* 2023: AJI mencatat 87 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Angka ini meningkat 42,62% dibandingkan tahun sebelumnya, yang sebanyak 61 kasus (dataindonesia.id). Sumber lain menyebutkan angka 86 kasus (data.goodstats.id).
* 2024: Terdapat perbedaan angka kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tercatat. Pada akhir Desember 2024, AJI mencatat 63 kasus (tempo.co). Sumber lain melaporkan 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang tahun 2024 (goodstats.id).
* 2006-2023: Terdapat total 1.037 kasus kekerasan terhadap jurnalis (data.goodstats.id).

Bentuk Kekerasan yang Dialami Jurnalis pun beragam bentuknya. Mulai dari kekerasan fisik; serangan digital; ancaman, teror, dan intimidasi; pelarangan liputan, penghapusan hasil liputan, kekerasan seksual berbasis gender, perusakan atau perampasan alat, hingga penuntutan hukum.

Relevansi UU Pers di Era Digital: Perlukah Pembaruan? 

UU Pers 1999 lahir di era pra-digital, ketika media sosial belum menjadi raksasa informasi. Pertanyaan kritisnya: apakah regulasi ini masih cukup melindungi kemerdekaan pers sekaligus menjawab tantangan zaman? 

* Regulasi vs. Inovasi Teknologi. UU Pers belum mengatur secara spesifik tanggung jawab platform digital dalam menyebarkan konten berita. Padahal, 72% masyarakat Indonesia mengakses informasi lewat media sosial (Data APJII 2023). Perlukah amendemen UU Pers untuk memasukkan kewajiban content filtering bagi platform?
* Perlindungan Jurnalis. UU Pers menjamin perlindungan hukum bagi jurnalis, namun implementasinya lemah. Pembentukan lembaga independen yang mengawasi kasus kekerasan terhadap pers bisa menjadi solusi.
* Ekonomi Media yang Berkelanjutan. Krisis bisnis media konvensional memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Diperlukan insentif fiskal atau dana abadi untuk media yang konsisten menjalankan jurnalisme berkualitas. 

Membangun Peradaban melalui Jurnalisme Berkemanusiaan 

Pers tidak hanya bertugas melaporkan, tetapi juga mendidik, menginspirasi, dan menggerakkan perubahan. Untuk itu, tiga langkah strategis perlu diambil: 

1. Memperkuat jurnalisme investigatif. Kasus seperti skandal korupsji Jiwasraya atau pelanggaran HAM di Papua terbongkar berkat kerja keras jurnalis investigatif. Dukungan dana dan proteksi hukum bagi jenis jurnalisme ini wajib menjadi prioritas.
2. Literasi media sebagai gerakan bersama. Menurut UNESCO, hanya 32% masyarakat Indonesia yang memiliki literasi digital memadai. Kolaborasi antara pers, pemerintah, dan lembaga pendidikan perlu ditingkatkan untuk membangun kesadaran kritis dalam mencerna informasi.
3. Jurnalisme yang memihak pada keadilan sosial. Pers harus kembali ke akar katanya: demos (rakyat). Memberi panggung pada kelompok marginal, mengawal isu lingkungan, serta mengadvokasi kebijakan pro-rakyat adalah bentuk nyata kontribusi pers bagi keadilan sosial. 

HPN 2025, Saatnya Pers Menjadi Mercusuar Perubahan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun