Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Selalu saja ada satu cara yang lebih baik, dan lebih baik lagi dengan berbagi

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Integritas di Panggung Politik: Memahami Risiko dan Psikologi Kepemimpinan

28 Maret 2024   12:43 Diperbarui: 28 Maret 2024   12:44 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karakter buruk dalam kepemimpinan akan membawa masalah dan kecelakaan | Image: shiftworkplace.com

"Tidaklah politik yang merenggut karakter kita, melainkan bagaimana kita memilih untuk menjaga integritas di tengah pergulatan kekuasaan."

Negeri ini tidak sedang baik-baik saja. Bila ada sinyal kedaruratan dan krisis yang berturut-turut menggambarkan bahaya krisis yang semakin membahayakan dengan warna hijau, kuning, jingga, dan merah. Maka, warna merah tua adalah jawaban yang dirasakan lebih tepat. 

Dalam panggung politik, karakter seringkali menjadi korban utama. Pendapat ini bukanlah sekadar wacana, namun sebuah fenomena yang terbukti berulang kali terjadi dalam sejarah umat manusia. Sejumlah tokoh terkemuka, seperti Kanselir Jerman Otto von Bismarck, telah mengungkapkan keprihatinan mereka tentang bagaimana politik dapat merusak karakter seseorang. Pernyataan Bismarck, "politics ruins the character", mencerminkan pengakuan akan realitas bahwa lingkungan politik yang keras dan korup dapat membentuk perilaku seseorang, bahkan mengubah karakter mereka secara fundamental.

Dalam panggung politik yang kian gelap ini, suara-suara mahasiswa yang tulus, keprihatinan para guru besar dan kampus, terdengar samar dan seakan menghilang. Terhisap oleh angin topan ambisi politik yang membutakan mata, mereka pun kalah bersuara.

Eksploitasi sumber daya alam, sebuah mantra yang terus bergema, semakin meluas, mengoyak-oyak alam yang semestinya menjadi penjaga keseimbangan hidup. Namun, sang matahari keadilan seakan tak jelas dan harap-harap cemas. Sementara yang lain bilang, sinar keadilan semakin pudar dan terbenam. Lalu, bayangan kegelapan semakin menutupi bumi yang terluka.

Lembaga tinggi negara, sekumpulan pelindung hukum dan moralitas, kini terdiam. Terluka dan lumpuh oleh serangan virus politik yang tak berbelas kasihan. Negara hukum yang pernah dijunjung tinggi, kini terperangkap dalam belenggu kekuasaan yang mengintimidasi. Keadilan terinjak-injak, hak asasi manusia hanya retorika dalam ucap kekuasaan yang memaksa.

Rakyat menjerit, bukan karena kesenangan, melainkan karena ekonomi yang semakin sulit dan melilit. Mata pencaharian yang semestinya menjanjikan masa depan, kini menjadi jerat yang menghimpit nyawa. Mereka tercekik oleh angka-angka statistik yang tak berbelas kasihan, dipertaruhkan oleh kebijakan yang hanya mementingkan diri sendiri.

Bumi pun seakan memberi tanda dengan marah dan meronta. Banjir, longsor, angin dahsyat puting beliung dan gempa, berebut berunjuk rasa. Bumi tak menerima praktik kejahatan, rekayasa, korupsi dan kecurangan tersebar di atas hamparan tanah air yang suci dan mulia.

Tak heran, pemimpin yang dulu nampak sederhana dan peduli, karena nafsu syahwat dari sistem politik yang tak sehat, bisa berubah dramatis. Ia bisa menjelma jadi pembohong, culas, dan tak tahu malu. Bahkan menjadi monster yang menghirup kejujuran dan moralitas, meninggalkan kehancuran sebagai jejaknya. Kejahatan yang terstruktur, sistemik dan masif tengah terjadi, dan celakanya terus berulang.

Gejala awal yang menunjukkan adanya ancaman terhadap karakter seseorang pemimpin harus diwaspadai. Ketidakjujuran, perubahan nilai, penurunan empati, dan isolasi dari nilai-nilai moral adalah tanda-tanda yang patut diperhatikan. Segera identifikasi dan atasi gejala-gejala penting ini untuk mencegah politik merenggut karakter seseorang lebih jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun