"Tidaklah politik yang merenggut karakter kita, melainkan bagaimana kita memilih untuk menjaga integritas di tengah pergulatan kekuasaan."
Negeri ini tidak sedang baik-baik saja. Bila ada sinyal kedaruratan dan krisis yang berturut-turut menggambarkan bahaya krisis yang semakin membahayakan dengan warna hijau, kuning, jingga, dan merah. Maka, warna merah tua adalah jawaban yang dirasakan lebih tepat.
Dalam panggung politik, karakter seringkali menjadi korban utama. Pendapat ini bukanlah sekadar wacana, namun sebuah fenomena yang terbukti berulang kali terjadi dalam sejarah umat manusia. Sejumlah tokoh terkemuka, seperti Kanselir Jerman Otto von Bismarck, telah mengungkapkan keprihatinan mereka tentang bagaimana politik dapat merusak karakter seseorang. Pernyataan Bismarck, "politics ruins the character", mencerminkan pengakuan akan realitas bahwa lingkungan politik yang keras dan korup dapat membentuk perilaku seseorang, bahkan mengubah karakter mereka secara fundamental.
Dalam panggung politik yang kian gelap ini, suara-suara mahasiswa yang tulus, keprihatinan para guru besar dan kampus, terdengar samar dan seakan menghilang. Terhisap oleh angin topan ambisi politik yang membutakan mata, mereka pun kalah bersuara.
Eksploitasi sumber daya alam, sebuah mantra yang terus bergema, semakin meluas, mengoyak-oyak alam yang semestinya menjadi penjaga keseimbangan hidup. Namun, sang matahari keadilan seakan tak jelas dan harap-harap cemas. Sementara yang lain bilang, sinar keadilan semakin pudar dan terbenam. Lalu, bayangan kegelapan semakin menutupi bumi yang terluka.
Lembaga tinggi negara, sekumpulan pelindung hukum dan moralitas, kini terdiam. Terluka dan lumpuh oleh serangan virus politik yang tak berbelas kasihan. Negara hukum yang pernah dijunjung tinggi, kini terperangkap dalam belenggu kekuasaan yang mengintimidasi. Keadilan terinjak-injak, hak asasi manusia hanya retorika dalam ucap kekuasaan yang memaksa.
Rakyat menjerit, bukan karena kesenangan, melainkan karena ekonomi yang semakin sulit dan melilit. Mata pencaharian yang semestinya menjanjikan masa depan, kini menjadi jerat yang menghimpit nyawa. Mereka tercekik oleh angka-angka statistik yang tak berbelas kasihan, dipertaruhkan oleh kebijakan yang hanya mementingkan diri sendiri.
Bumi pun seakan memberi tanda dengan marah dan meronta. Banjir, longsor, angin dahsyat puting beliung dan gempa, berebut berunjuk rasa. Bumi tak menerima praktik kejahatan, rekayasa, korupsi dan kecurangan tersebar di atas hamparan tanah air yang suci dan mulia.
Tak heran, pemimpin yang dulu nampak sederhana dan peduli, karena nafsu syahwat dari sistem politik yang tak sehat, bisa berubah dramatis. Ia bisa menjelma jadi pembohong, culas, dan tak tahu malu. Bahkan menjadi monster yang menghirup kejujuran dan moralitas, meninggalkan kehancuran sebagai jejaknya. Kejahatan yang terstruktur, sistemik dan masif tengah terjadi, dan celakanya terus berulang.
Gejala awal yang menunjukkan adanya ancaman terhadap karakter seseorang pemimpin harus diwaspadai. Ketidakjujuran, perubahan nilai, penurunan empati, dan isolasi dari nilai-nilai moral adalah tanda-tanda yang patut diperhatikan. Segera identifikasi dan atasi gejala-gejala penting ini untuk mencegah politik merenggut karakter seseorang lebih jauh.
Kata para ahli, penyebab politik merenggut karakter bisa bervariasi. Mulai dari tekanan kekuasaan hingga ambisi politik yang berlebihan. Kekuasaan yang besar dapat menjadi pemicu perilaku yang tidak etis, sementara korupsi sistemik dan tuntutan kinerja yang tinggi juga bisa memainkan peran dalam merusak integritas seseorang.
Dampak perubahan karakter seorang pemimpin dapat meluas dan merugikan. Ini termasuk kehilangan kepercayaan masyarakat, penurunan moral dan etika, serta ketidakstabilan politik dan ekonomi. Oleh karena itu, penting untuk mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah dan mengatasi konsekuensi negatif ini.
Tindakan antisipasi yang holistik dan terencana dapat membantu mencegah politik merenggut karakter seseorang, terutama dalam konteks kepemimpinan negara atau pemerintahan. Pendidikan karakter, penguatan institusi demokratis, pengawasan media, dan pengembangan keterampilan kepemimpinan yang berkarakter adalah beberapa langkah yang bisa diambil untuk membangun fondasi yang lebih kuat bagi tata kelola yang baik.
Mengambil tindakan proaktif untuk mengatasi ancaman terhadap karakter dalam politik bukanlah sekadar respons terhadap krisis, namun investasi jangka panjang untuk menjaga integritas dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, kita dapat membangun fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih baik, di mana kejujuran, integritas, dan keadilan menjadi landasan dari setiap tindakan politik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI