Seperti biasa saat itu aku sedang asyik menghabiskan waktu dengan cara yang sia-sia, bercengkrama dengan asyiknya teknologi informasi tidak terkecuali media social. Merasa cukup letih dengan hal tersebut akupun mencoba membaringkan badan di tempat tidur. Sedang pikiranku melayang-layang, tiba-tiba telepon genggam lusung milikku berbunyi. Siapa pula yang menelpon ini pikirku.
Rupanya seorang teman baru wanita yang sekitar 2 minggu ini aku kenal.
“Halooo”
“lagi apa bang?” sebuah pertanyaan seolah-olah kami sudah lama saling mengenal
“tidak lagi apa-apa, kenapa?? “sebuah jawaban yang kupikir pantas diterima olehnya.
“gak bang, Cuma mau bahas soal pesanku yang ku kirimkan ke abang tadi pagi… hehe”
Sebuah pesan singkat yang sedikit mengejutkan dan menjadi sebuah pertanyaan dalam diriku sendiri, kenapa seorang perempuan yang baru ku kenal dengan percayanya mengirimkan sebuah pesan yang menurutku pribadi kepadaku untuk memberikan sedikit solusi atau mungkin sedikit ceramah dari menanggapi pesan yang ia sampaikan.
Tanpa panjang akan prolog, kami pun langsung mebahas tentang pesan pribadi yang ia sampaikan. Intinya cukup rumit dia ingin bercerita tentang masalah hidupnya yang sedikit terganggu oleh setiap polemic yang ada. Seperti biasa selayaknya seorang teman curhat aku mencoba untuk menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu. Cukup lama dia bercerita akan keluh kesah hidupnya, aku telah mencapai kesimpulan akan apa yang terjadi padanya sehingga dia belum sempurna merasakan kebahagian yang begitu melimpah di dunia ini, sehingga berdampak pada dirinya yang sering menyendiri dan tiba-tiba bisa meluapkan emosi yang tak terkontrol begitu saja.
Dalam tulisan ini mungkin aku sedikit akan puitis untuk menjawabnya melalui sebuah puisi yang fajar ini aku tulis
Hanya milikmu cahaya pagi hingga senja
dan rahasia kegelapan ketika malam tiba
pada Muhammad kau anugerahkan kemuliaan
pada sulaiman kau limpahkan keberadaan
kau tunjukkan keindahan-Mu melalui yusuf
dan cinta kasih-Mu melalui Isa
Kau jadikan perut burung-burung
kenyang ketika petang
dan lapar kembali di pagi hari
hingga terdengar selalu kicaunya
menghiasi kelopak hari yang terjaga
Kau jadikan bintang-bintang
selalu bertasbih padamu
kau ciptakan pohon-pohonan
selalu berzikir padamu
oo, Allah malu rasanya aku melihat burung pagi ini
terbang menukik ia seakan sujud syukur padamu
malu aku akan bintang
mampu berbagi secara ikhlas
dengan fajar yang mulai lantang timbul pagi ini
Doaku pagi ini,
Semoga aku selalu diberikan rasa iri
Supaya aku selalu bisa iri pada makhlukMu yang tak bernyawa.
Puisi yang sedikit jelek tapi mungkin ini bisa menjadi pesan untuk temanku. Sebuah puisi yang menggambarkan betapa Maha nya Tuhan kita. Temanku, tiada masalah yang tidak bisa kita selesaikan, tiada jalan yang tak berujung. Akan tetapi mungkin kita kurang belajar akan rasa syukur, kurang mampu memberikan sedikit rasa ikhlas dan kurang khusyuk saat menadahkankan tangan padanNya.
Jambi, 29 Agustus 2015
Pesan Menyambut Fajar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H