Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikah Meringankan Kepedihan

2 Mei 2017   05:48 Diperbarui: 2 Mei 2017   09:18 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi-dokumen pribadi

Setiap kehidupan pasti menemu liku-liku,  tak ada yang bisa menjamin jalan hidup selalu mulus tanpa kerikili. Karena jalan terjalpun adalah sebuah keniscayaan, justru menjadi tahapan untuk menumbuh sikap dewasa.

Kepedihan sengaja disediakan kehidupan, untuk mengasah kerendahhatian dan sikap pasrah. Ujian demi ujian diadakan, justru untuk memberi warna indah dalam perjalanan hidup setiap orang. Siapapun yang pernah merasakan terluka, biasanya lebih bisa berempati pada derita orang lain. Karena dia sendiri pernah merasakan, betapa tidak enak menyandang perih.

Bagi orang yang senang sepanjang hidup, saya yakin kecil kemungkinan mampu dan cepat sigap bersimpati. Bisa jadi karena keenakkan-keenakkan dialami, kurang mengajari pada bagaimana menyandang rasanya sebuah kesedihan.

Tepat kalau sebuah kalimat mengatakan,”orang yang kerap tertawa berlebihan akan keras hatinya”. Bisa jadi kebahagiaan yang berlebihan, lambat laun akan melunturkan kepekaan dan kelembutan perasaan.

Betapa dahsyat skenario hidup ini berlaku, apapun keadaan dialami sejatinya membawa dampak bagi pelakunya. Semua yang kita kerjakan (baik/buruh), sejatinya hasilnya akan kembali pada pelakunya itu sendiri – bisa disebut hukum karma-.

Menikah Sebagai Sarana Berbagi

Pernikahan menjadi episode dalam kehidupan,  oleh alam diselenggarakan bagi kebaikan umat manusia itu sendiri. Sebegitu utamanya perintah menikah, hingga diriwayatkan dalam sebuah hadist yang kesahihannya teruji.

Hadist diriwayatkan Baihaqi dan Annas bahwa Rasulullah bersabda “Apabila seorang hamba menikah, maka sungguh orang itu telah telah meyempurnakan setengah agama maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah setengah lainnya”. (Hadis ini dishahihkan lagi oleh Al Bani dalam Shahihut wat Tarhib)

Pada pernikahan, menjadi sarana membolehkan apa yang sebelumnya dilarang. Pria dan wanita cukup usia dilarang berdua-duaan, larangan itu otomatis gugur setelah adanya ijab kabul. Perzinaan mausk kategori dosa besar, namun hubungan bagi suami istri yang sudah syah justru membawa pahala dan keberkahan.

Dalam kehidupan pernikahan, episode naik dan turun menjadi sebuah kelaziman. Susah dan senang adalah hal wajar, dilalui sepasang suami istri dengan penuh kesabaran. Sedih bukan hal yang buruk, dan senang bukan berarti hal yang lebih mulia. Keduanya datang dan dipergilirkan, setiap orang wajib melewatinya.

Illustrasi-dokpri
Illustrasi-dokpri
  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun