Demi mengobati rasa kangen, kami berkunjung ke pondok secara berkala. Memupuk rasa cinta, agar anak merasakan kehadiran kami orangtuanya. Â Ngobrol panjang lebar tentang banyak hal, mulai yang penting sampai remeh temeh.
Kami tak sendiri berkunjung, kerap bebarengan wali murid lainnya. Mendengar berita santri, yang mengundurkan diri setalah sebulan mondok. Ada yang selesai satu semester, menyusul ikut mengundurkan diri.
Saya dan istri, terus menguatkan anak meneruskan mondok. Sayang kalau yang sudah dijalani, terpaksa berhenti di tengah jalan. Melepas anak butuhkan ketangguhan, terutama dari orang tuanya. Lazimnya anak, akan mengikuti ketangguhan itu.
Setiap keluh kesah anak, tidak boleh membuat orangtua baper. Justru orangtua musti menanggapi, dengan sikap dan pandangan optimis. Dengan demikian anak yang ragu, akan semangat meneruskan langkah.
Tangguhnya orangtua akan menular ke anak, demikian juga optimisnya orangtua. Anak yang masih dibawah kepengasuhan, akan membayangi apapun pada orangtua.
Maka menjadi orangtua, musti tak lekas puas untuk terus belajar. Karena ilmu pengasuhan berkembang, kita musti upgrade agar tetap tangguh.
Saya menyepakati hukum kehidupan, bahwa orangtua yang tangguh akan memiliki anak tangguh. Semoga bermanfaat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI