Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ayah yang Sayangi Keluarga Berarti Sayang Diri Sendiri

8 Januari 2023   16:52 Diperbarui: 8 Januari 2023   16:54 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Moment akhir tahun, belum begitu lama berlalu. Banyak diantara kita, mengisinya dengan aneka kegiatan seru. Ada yang kumpul bareng teman, kerabat dan atau keluarga, kemudian beraktivitas bersama. Kalaupun ada yang bepergian, sebenarnya tidak harus ke luar negeri, luar kota atau lokasi ikonik. 

Apalagi bagi yang sedang berhemat, selepas pandemi baru saja mencoba berbenah. Musti lebih pintar mengatur keuangan, agar bisa lekas stabil. Karena point-nya bukan lokasi tujuan, tetapi kebersamaannya.

Sedari kecil, saya tidak memperlakukan secara khusus malam pergantian tahun. Tidak excited atau bersikap sejenis, melewatinya seperti halnya pergantian hari ke hari. Tidur sesuai jadwal saban hari, kalau belum ngantuk biasanya membaca buku.

Sikap demikian terbentuk., kemungkinan pengaruh lingkungan. Keluarga dari orangtua saya, adalah keluarga yang sederhana. Sangat berhitung pengeluaran, mengukur skala prioritas. Daripada untuk membeli kembang api, sebaiknya uang untuk pengadaan beras dan minyak. Sayang kalau dibuang-buang, dengan cara dibakar selekas itu.

Kompasianers, kalau kita cermati. Sebenarnya semua hal dilakukan, khususnya di malam pergantian tahun. Memiliki tujuan yang sama, adalah untuk meraih kebahagiaan. So, kita tidak harus melakukan hal semisal (dengan orang lain), demi meraih bahagia.

-----

31 Des'23

Saya, istri, dan anak wedok, melewati malam pergantian tahun bersama-sama. Kami berkumpul dengan kakak ipar, di rumah (alm) orangtua dari istri (alias mertua saya). Nonton film diputar di televisi, masak dan makan bareng menu biasa kami makan.

Sementara anak lanang beranjak dewasa, memiliki keputusan sendiri. Memilih berkumpul teman sekelas, kabarnya bakar ayam. Sebelumnya berangkat sudah ijin, akan pulang keesokan hari.  Kami --orangtua---memberi kepercayaan penuh, agar anak tidak merasa tertekan.

Kegiatan sesederhana itu, nyatanya memantik rasa bahagia. Istri dan anak wedok senang, bisa ngariung bertemu saudara, pun anak wedok kumpul dengan sepupu. Sedangkan anak lanang makin mandiri, merasa diberi kebebasan (bertanggung jawab) bareng teman sekolah.

Ya, kebahagiaan datang sedemikian random dan abstraknya. Bisa muncul dari sebab-sebab sepele, pun dari ha-hal yang butuh usaha ekstra. Sehingga bahagia, bisa diupayakan dan diraih oleh siapa saja. Letak bahagia tiada tertebak, tetapi dengan mudah bisa ditemukan pencarinya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi


Ayah dengan sikap terbaik, adalah ayah yang mempersembahkan bahagia. Ayah terbaik, adalah hadiah tak terbeli dengan apapun. Ayah yang membawa hati ringan tanpa emosi, adalah hati yang tak terukur sekadar materi. Di keluarga, ayah laksana pusat galaksi, ibu ibarat planet mengitari. Anak anak bagai gemintang, menghiasi tata surya menebarkan mutiara.

Ketika setiap peran, berjalan sesuai tugas dan fungsinya. Niscaya cita-cita bahagia, bukan halusinasi atau fatamorgana. Karena keberadaan ayah, ibu, dan anak, sunatullah-nya adalah saling melengkapi.

Ayah yang Sayang Keluarga Berarti Sedang Menyayangi Diri Sendiri

Suatu waktu, ketika keuangan sedang longgar. Kami sekeluarga pernah, membuat perjalanan akhir tahun ke Jogjakarta. Perjalanan yang seru, bahkan dari persiapan keberangkat dengan kereta. Naik kereta ekonomi, kami start dari Stasiun Senen turun di Stasiun Lempuyangan.

Sesampai tujuan, kami menyusuri sepanjang jalan Malioboro. Kemudian menerobos jalan bawah tanah, sumur Gumuling di taman kota. Sembari menilik kisah lama kraton Jogjakarta, yang penuh cerita. Lanjut dengan bersantap pecel di sudut pasar Beringharjo, memanjakan selera lidah jawa saya.

dkumentasi pribadi
dkumentasi pribadi

Keesokan hari, dengan bus TransJogja mengelilingi kota budaya. Kontur jalanan cenderung tidak rata, membuat sensasi tubuh seperti dikocok dialami. Saya yang naik sembari berdiri, hampir terjungkal akibat rem mendadak. Tak urung, canda tawa bahagia anak dan istri, menularkan bahagia sang kepala keluarga. 

Saya merasa telah, menghadir diri di hati pecinta. Tanpa berharap besar balas, jerih payah itu kan ukiran i hati anak dan belahan jiwa. Ayah  yang berhak dikalungi predikat dicinta, adalah ayah yang pasang badan bagi keluarganya. Tak berhitung untung rugi, karena melahirkan hati penyayang tak terbilang materi. 

Karena kebahagiaan anak-anak dan istri, sejatinya bahagia ayah itu sendiri. Ya, ayah yang sayang keluarga, berarti sedang menyayangi diri sendiri. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun