Ada satu kejadian yang membuat saya trauma, ketika ada yang sengaja melontarkan pertanyaan saat acara keluarga. Acara dengan banyak dihadiri kerabat, acara yang seharusnya seru dan happy. Setelah kejadian itu, saya lebih memilih tidak datang ke acara kumpul- kumpul seperti itu. Bahkan pernah nekad tidak mudik lebaran. Alasan belum dapat cuti kantor digunakan, meski beberapa saudara tetap tak memercayai.
"Alasan doank itu mah" celetuk kerabat jauh.
"Emang kalau iya kenapa" batin ini nyolot.
Hikmah kejadian itu sangat luar biasa, saya terpacu berusaha menemukan tambatan hati. Segala cara dikerahkan, termasuk (satu diantaranya) minta dicomblangi beberapa teman ---alhamdulillah doa saya terjawab melalui cari ini.
Hikmah lainnya, saya tidak ingin melakukan hal yang sama pada teman senasib. Bertanya kepada kenalan, teman, saudara, yang terlihat masih sendiri saat lebaran. Cukuplah diri sendiri merasakan ketidak enakan itu, jangan sampai orang lain dibuat tidak nyaman.
Lagi pula, apa untungnya menyakiti orang lain. Di pertemuan yang sebentar (saat lebaran), sebaiknya diisi hal-hal atau obrolan yang mengesankan. Sayang puasanya, kalau baru selesai langsung diisi nyinyir.
Etapi, topik obrolan lebaranmu mencerminkan kualitas puasamu.
-----
Hadist Riwayat Abu Hurairah, Rasulullah bersabda ; Barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.
Kompasianer, kalau Ramadan dianalogikan bengkel yang men-service jiwa dan raga. Maka keberhasilan service, alan tampak dari cara bersikap dan berucap pelakunya. Dan cukuplah di hari lebaran, menjadi gambaran keberhasilan itu.
Kalau ada lirik lagu "memang lidah tak bertulang", mewakili mudahnya lisan mengucap kalimat dan efeknya berkepanjangan. Maka kita musti menjaga lidah, karena dari satu kalimat diucap lidah, sakit hatinya bertahun-tahun atau bisa justru tumbuh rasa hormat dan terkesan.