Setiap orang (yang muslim), saya jamin pasti punya pengalaman puasa Ramadan saat kanak. Kebiasaan-kebiasaan masa kecil, termasuk kenakalan yang umum ala anak-anak. Kebiasaan di tempat satu dan tempat lain, ternyata nyaris sama atau tak jauh beda.
Hal ini saya dapati setelah pergi merantau, kami anak perantauan beda kampung, beda kota atau provinsi, bahkan beda pulau bertukar kisah. Kegiatan yang itu ke itu diceritakan, dengan keseruannya yang tak bakal terlupakan.
----- Â Â
"Sahur-sahur, sahur sahur"
Sebelum pandemi, saya suka mendengar anak-anak ngider. Membunyikan peralatan seadanya, membangunkan warga agar tak telat sahur.
Dua tahun terakhir di tempat tinggal saya, kegiatan ngider bangunin sahur ditiadakan. Diganti melalui corong masjid, dan sesekali suara anak-anak turut menyemarakkan.
Tradisi membangunkan sahur adalah tradisi lama, sudah ada sejak saya masih kanak. Dulu kalau semalamam ada acara khataman, di waktu sahur kami bergantian di depan mic masjid.
Meski cuma kebagian teriak sahur sahur, meski kadang hanya sebagai backing vocal tetapi hati ini girang banget. Memori teriak Sahur-sahur begitu berkesan, sampai sedewasa ini (baca setua ini -- hehehe) tak terlupakan.
Kami anak-anak suka janjian, mengambil waktu makan sahur lebih awal. Sehingga punya kesempatan ngider, berombongan jalan kaki melintasi sawah ladang sampai batas desa.
Di jalan kadang berpapasan dengan group lain, tak ayal terjadi lontaran atau kadang saling ejek dalam batas bercanda.
Kegiatan jalan kaki memanfaatkan sisa waktu sahur ini, biasanya terhenti ketika terdengar kumandang adzan subuh. Tanpa ba bi bu kami berjalan balik arah, menuju masjid di dekat pasar.