Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengikis Sikap Perhitungan Suami dengan Cara Ini

3 Januari 2020   22:53 Diperbarui: 3 Januari 2020   22:57 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrasi | sumber thayibba.com

Punya suami terlalu perhitungan, duh, pastinya nggak nyaman ya. Kalau yang tahu hanya istri atau keluarga sendiri, mungkin tidak terlalu masalah (meskipun masalah juga sih). Tetapi kalau sudah saudara ipar atau mertua atau keluarga dari pihak istri tahu, bisa jadi bisik-bisik dan timbul pandangan kurang baik.

Kondisi suami perhitungan akan susah disembunyikan, terutama kalau ada acara jalan bareng keluarga besar (pihak istri). Kemudian jam makan tiba, mampir ke warung makan dengan sistem bayar sendiri-sendiri.

"Yuk, silakan pesan"

"Saya nanti saja, silakan pesan duluan" suami perhitungan mengelak.

Dan setelah semua pesan, barulah menimbang-nimbang menu dan harga makanan. Akhirnya memilih menu paling murmer, anak dan istri terpaksa menyesuaikan. "Saya masih kenyang, soalnya tadi makannya nambah" ujarnya berasalan.

Suami perhitungan, asal masih tahapan wajar, mungkin tidak terlalu masalah. Tetapi kalau sudah terlalu perhitungan, itu yang kurang wajar dan tidak bijak.

Bukankah apapun yang serba terlalu, ujungnya pasti tidak akan baik.  ( jadi ingat penyanyi dangdut Vety Vera, "yang sedang-sedang saja."---hehehe. )

Sebagai kepala keluarga, sikap demikian akan menjadi teladan anak-anaknya kelak. Jangan sampai, sikap terlalu perhitungan (baca pelit) ditiru anak-anak. Bisa-bisa si anak nantinya akan perhitungan, terutama kepada sang ayah di hari tuanya kelak- gawat kan.

----

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Saya pernah menemui, pasangan suami pekerja dan istrinya memilih menjadi ibu rumah tangga. Sumber nafkah dari satu sumber, sang suami merasa punya kuasa mengatur keuangan.  Ya, si suami (menurut saya) sangat perhitungan.

Dia yang berhak memegang gaji bulanan, karena merasa hasil dari banting tulang dan peras keringatnya sendiri. Belanja dapur dijatah harian, istri dibuat tertekan seperti tidak diberi keleluasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun