Pada masa kehamilan ibu, biasanya kerap kita dengar istilah "Suami Siaga". Istilah yang menggambarkan, seorang suami siap siaga ketika sang istri (sedang hamil) butuh bantuan. Kalau tidak salah ingat, kampanye "Suami Siaga" ini pernah sangat populer, adalah program dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dan saya sangat sepakat dengan ajakan ini, karena kehamilan adalah momen yang tidak boleh disia-siakan. Adalah momen untuk membangun kebersamaan, menguatkan ikatan antara suami dan istri. Pasangan yang memanfaatkan momen ini, perhatikan dampaknya dalam jangka panjang.
Sebagai suami, saya tidak berhenti belajar dan terus mengingatkan diri. Terutama ketika sedang kesal, atau hendak meluapkan amarah pada istri dan anak-anak. Setiap mengingat periode hamil dan melahirkan, membuat saya berdamai dengan situasi dan keadaan.
Ya, mengingat masa kehamilan istri. Membawa pada saat, ketika gerak gerik di setiap kegiatan menjadi serba salah adanya. Tidur terkurap tidak bisa, tidur miring pinggang yang sakit, tidur telentang membuat dada tertekan --Ya Alloh, kasian banget.
Sungguh, saya tidak bakalan lupa kejadian dahsyat tersebut. Apalagi ketika berdiri di pinggir ranjang, bersebelah dengan dokter dan suster. Sementara istri berserah diri, bertaruh nyawa saat mengejan hingga melahirkan.
Apabila prosesi ini bisa diwakilkan, saya adalah orang pertama yang bersedia mengambil alih. Biarlah istri sudah sembilan bulan bersusah payah dalam kehamilan, dan saya yang siap menampung rasa sakit ketika melahirkan itu.
Nah, terkait periode kehamilan, setelah "Suami Siaga" saya mendapatkan istilah baru. Istilah yang (menurut saya) lebih enak ditangkap telinga dan tentu saja mengena. Yaitu "Hamil Berdua". Istilah yang saya dapati, ketika hadir di acara Bicara Gizi.
Saya menyimak pemaparan dari dua ahli berkompeten, yaitu dokter kandungan dan psikolog. Tetapi khusus artikel ini, saya akan membahas bagaimana menghadapi kehamilan dari sudut pandang psikologi.
------
Para suami pasti senang dong, pagi pagi mendapati kabar gembira dan mengejutkan. Ketika istri berteriak kegirangan, karena mendapati permukaan tespack dengan dua strip. Itu pertanda istri hamil, dan biasanya pasangan muda tidak sabar segera membawa periksa ke dokter. Ya, kehamilan pasti sangat ditunggu semua pasangan yang baru menikah (atau yang lama tetapi belum dikaruniai buah hati).
Maka kalau sudah dinyatakan hamil, musti diperhatikan kualitas kesehatan si ibu dan janinnya, Termasuk kecukupan gizi, serta kondisi psikologisnya. Karena kehamilan adalah momen istimewa, jadi sudah semestinya calon ayah dan ibu mempersiapkan dengan sebaik-baiknya.
Menurut, Putu Andini, M.Psi. Psikologi keluarga dari Tiga Generasi, masa kehamilan istri seharusnya juga menjadi masa kehamilan suami juga. Peran suami sebagai support system penting, hal ini yang akan memberi perlindungan dan kenyamanan. Kemudian berpengaruh pada kesehatan janin, dan inilah yang dinamakan "Hamil Berdua."
Masih menurut Andini, bahwa masa kehamilan adalah masa rentan stres bagi ibu. Jadi kalau ada nasehat, yang mengatakan ibu hamil jangan stres. Sebaiknya pemberi nasehat, turut terlibat dalam supporting dalam masa kehamilan tersebut.
Bayangkan kompasianer, bagaimana ibu hamil tidak rentan stres. Pada tri semester pertama, ibu hamil muda dihadapkan pada rasa mual dan muntah-muntah. Biasanya si ibu jadi teler, bawaannya sering tidur karena kecapekan (setiap ibu hamil kondisinya berbeda).
Masa paling menantang, adalah tri semester ketiga. Ibu hamil dilanda sembelit dan ada rasa ngap saat bernafas. Tidur mulai tidak bisa nyenyak, dengan posisi miring salah, pengin telentang salah, tengkurap apalagi pasti tidak bisa.
Bagi orang terdekat, musti ambil bagian menjalankan fungsi sebagai support system. Suami wajib mengambil peran "Hamil Berdua", kemudian baru orangtua dan lingkungan pergaulan.
"Hamil Berdua" Wujud Dukungan Suami untuk Istri
Apa itu Hamil Berdua?
Adalah support atau dukungan kepada ibu hamil, bisa berupa sikap, tindakan, ucapan yang meringankan beban ibu hamil. Misalnya, suami mengingat jadwal kontrol ke dokter, menyediakan diri kapanpun untuk direpoti istri.
Dokter kandungan favorit ini banyak pasien, kalau telat datang dan ambil nomor antrean bisa gawat. Saya pernah datang tepat jam 7 pagi, ternyata sudah dapat nomor di atas sepuluh.
Saya juga ingat keluhan istri, sewaktu waktu merasakan bagian pinggang pegal. Ke mana-mana tak lupa sangu membawa balsem, dan Sang Suami menjadi tukang pijat dadakan. Pernah juga pada suatu malam tiba-tiba istri terbangun, kemudian merajuk minta dibelikan pisang cokelat.
Potongan-potongan kejadian, sekilas memang terasa berat saat dijalani. Tetapi kalau dilakukan sepenuh hati, kita dengan senang hati melewati itu semua. Dan dampak dari proses ini juga setimpal, jalinan suami istri terkuatkan dan semakin kompak bekerja sama.
Dengan "Hamil Berdua", memungkinkan beban psikologis itu bisa dibagikan kepada suami. Sehingga ibu hamil lebih tenang dan nyaman, membantu menghindari stres dan janin juga sehat.