Dsb...dsb...dsb...... dsb dsb
Sampai di sini, sebenarnya saya sudah nggak berselera mengikuti, tetapi kok nanggung kalau tidak dilanjutkan (susah kan--hehehe). Adegan berikutnya si istri menangis, sembari mengungkapkan rasa kecewa dan menahan sedih.
Kalau memang suami mau ketemuan, kenapa harus pakai ijin segala. Harusnya si suami bisa mengambil sikap dan memutuskan sendiri, dengan mengedepankan dan mempertimbangkan perasaan istri.
"Kalau mau papah pilih mantan, mamah..... (kalimat tidak dilanjutkan, setelah itu nangisnya semakin menjadi)." Suasana berubah melow, apalagi melihat wajah bayi yang polos dan tak paham apa yang terjadi.
Sampai di sini, barulah suami merasa bersalah, menyudahi sesi prank dengan mengaku apa yang dilakukan ke istri adalah murni bercanda. Kemudian ditunjukkan kamera yang posisinya record, diletakkan di dashboard depan.
Tampak si suami berusaha keras, menjelaskan sambil tertawa dan memastikan sang istri  wajahnya ceria dan bibirnya tersenyum. Tapi rasa sedih atas prasangka si istri, rupanya terlanjur memenuhi hati, sehingga butuh waktu untuk meyakinkan diri sendiri.
------
Jujur, untuk materi guyonan macam ini, saya termasuk team pasif dan hanya (sesekali) ikut senyum melalui emoji, Â atau relatif minim respon, tepatnya enggan nyeletuk dan sangat jarang berkomentar. Memang sih guyon, tapi kenapa ya tema poligami menjadi bahan receh yang menarik untuk dijadikan bahan guyonan-- hehehe.
Dulu waktu masih ngantor, ada acara pengajian rutin, seorang ustad bermaksud guyon kepada manager kala itu. "Wah, kalau Pak X ini, sudah pantas nih nambah istri lagi," canda si Ustad. Kami yang hadir dan mendengar, hanya senyum dan saling pandang, karena si bapak manager memang sudah beristri dua.