Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi "Mupu Anak", sebagai Upaya untuk Mendapatkan Anak Kandung

12 Juni 2019   05:59 Diperbarui: 12 Juni 2019   10:57 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Pixabay.com/TheVirtualDenise

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Bagi suami istri yang berselisih paham, anak adalah penengahnya, biasanya ego mereda setelah mengingat wajah anak. Orangtua akan merasa malu, kalau ribut atau berantem berlama-lama. Bagaimanapun, ayah dan ibu punya kewajiban moral, memberi teladan terbaik bagi buah hati, dengan menunjukkan sikap saling meyanyangi satu dengan yang lain.

Anak adalah buah cinta dan buah hati, kehadirannya sanggup menyejukkan kalbu, selain sebagai penyemangat, anak menjadi alasan ayah dan ibu tetap bertahan dan tegar menghadapi ujian kehidupan.

Sebagai ayah saya merasakan, meski berpeluh keringat dan kelelahan menjemput rejeki, tetapi rasa iklhas dan bersemangat bersemayam di dada, ketika mengingat istri dan anak-anak.

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Bahwa apa yang sedang dilakukan si ayah, adalah kewajiban sebagai seorang kepala keluarga, yang bernilai ibadah dan dipertanggung jawabkan kelak di hari pembalasan.

Bahwa kehadiran anak menjadi perekat hubungan suami istri, betul begitulah adanya, bahwa adanya anak bisa sebagai penyempurna kebahagiaan dalam sebuah rumah tangga tidak bisa disangkalkan. Rumah yang megah dan mewah bisa jadi terasa sunyi, ketika tidak terdengar suara atau tangis sang bayi, begitulah ujian kesabaran harus dihadapi.

Menyoal ada atau belum ada kehadiran anak, (sekali lagi) sepenuhnya bukan kuasa manusia, tetapi selama ada waktu dan kesempatan kita tidak boleh putus semangat. Di era modern, bagi yang berkecukupan bisa mencoba metode bayi tabung, tapi ada juga tradisi untuk mendapatkan momongan.

Kehadiran buah hati bisa diupayakan, dengan tradisi (kalau di daerah saya dinamakan) 'Mupu Anak' istilah ini cukup familiar di daerah Jawa pada umumnya (saya yakin di daerah lain juga), bahasa populernya, adalah mengangkat anak atau mengadopsi,

Bagi pasangan suami istri yang belum memiliki momongan, para sesepuh di kampung saya menyarankan mupu anak, sebelum memiliki anak kandung yang lahir dari rahim sendiri.

Tradisi Mupu Anak, Sebelum Mendapatkan Anak Kandung
Di kampung saya, ada beberapa tetangga dan saudara, memutuskan 'mupu' anak setelah bertahun tahun menikah dan belum dikaruniai buah hati. Mupu anak harus dilandasi rasa saling percaya antar orangtua, sebaiknya dibuat kesepakatan tertulis berkekuatan hukum, untuk menghindari hal-hal di kemudian hari.

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Anak diadopsi musti dipilih dengan jeli dan pertimbangan matang, bisa dari anak yang dilahirkan saudara (perempuan) sekandung, atau anak dari keluarga dekat, atau anak dari garis orang tua yang ada hubungan darah (paklik bulek) atau anak yang orangtuanya saling kenal.

Bayi yang hendak diadopsi, sebaiknya di ambil beberapa saat setelah bayi dilahirkan, sehingga bayi langsung merasakan belaian sayang dari ibu angkatnya. Ibu angkat yang bersedia dibuat repot, mengurusi mulai dari menggantikan popok, nyebokin, mandiin, gendong dan menidurkan, bikin susu tengah malam dan seterusnya, tak ubahnya seperti ibu kandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun