Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mampukah Ramadan Meredam Amarahmu?

26 Mei 2019   12:09 Diperbarui: 26 Mei 2019   12:39 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Satu dua bulan sebelum Ramadan 1440 datang, saya sempat kepikiran, kalau bulan puasa tahun ini adalah puasa dengan ujian double berat, karena bebarengan pengumuman hasil pilpres. Ribut dua kubu terjadi, sudah jauh hari sebelum pencoblosan (17/ April) tiba, satu pihak menyanjung satu paslon dan lainnya menjatuhkan (begitu terus berbalas-balasan).

Saling mengomentari hal tidak baik, terus bersahutan, seolah tidak ada waktu tanpa menjelekkan kubu rival. Ada satu pendukung fanatik, sampai menulis status nyinyir di medsos dan puncaknya si penulis 'berani potong leher' kalau paslon yang tidak didukung menang.

Saya semakin pesimis, status-status dari pemilik akun dengan kualitas seperti itu (sama saja dari kedua kubu), akan adem sepanjang bulan Ramadan berlangsung. Padahal apa untungnya, kalau rivalnya benar-benar menang, apakah yang bersangkutan berani memotong leher sendiri.

Pengumuman hasil pilpres, berbuntut pada situasi yang memanas, selasa (21/5'19) sore kebetulan saya ikut acara Nangkring Kompasiana (sekalian bukber) di daerah HI, beberapa teman berkabar susah menuju tempat acara karena akses menuju lokasi ditutup.

Sehari berikutnya (22/5'19) daerah Thamrin (depan kantor Bawaslu) lumpuh, perkantoran di sekitarnya tutup dan karyawan diliburkan, daerah tersebut menjadi pusat kerumunan masa melakukan demo. Huru-hara keributan terjadi, melebar ke beberapa tempat di Jakarta (Tanah Abang, Petamburan-Slipi).

Ribut tak hanya di dunia nyata, di time line medsos tak kalah riuh, foto dan tulisan begitu penuh amarah dan kebencian (ada yang membawa-bawa kalimat perang badar) disebarkan. 

Puncaknya, selama tiga hari Instagram dan Facebok down, bebarengan kerusuan di daerah Thamrin, kericuhan berita hoax viral di dunia maya. Ya Alloh, ini bulan Ramadan, kenapa kami seperti ini"

"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam."

[HR Bukhari]

 

tangkapan layar youtube
tangkapan layar youtube

Saya pernah berdikusi dengan satu teman, tentang perbedaan 'Mengetahui', 'Mengerti' dan 'Memahami' (saya menyepakati pendapat teman ini). Orang yang 'Mengetahui" belum tentu mengerti dan memahami, pada tahap 'Mengerti' otomatis mengetahui tapi belum tentu memahami, tapi kalau sudah 'Memahami', bisa diindikasikan dia  mengetahui dan mengerti.

Mengetahui ibarat kulit atau cangkang telur paling luar, Mengerti bisa diumpamakan kulit ari ada di bagian dalam cangkang dan Memahami adalah inti di dalam telur yang bisa dimakan.

Orang yang 'Mengetahui', dia sebatas tahu bahwa benda bulat itu bermana telur, sedang orang yang 'Mengerti' ibaratnya mengerti kandungan yang terdapat di dalam telur, sementara 'Memahami' berarti bisa paham cara memperlakukan telur agar bermanfaat, kapan telur cukup dikonsumsi putihnya saja, kapan baik konsumsi kuningnya saja, atau kapan sebaiknya dikonsumsi keduanya.

Orang yang paham, dia akan tahu, sebaiknya telur dimasak apa agar pas dengan suasana santap makan, bagaimana telur bisa dijadikan campuran kue, bagaimana dijadikan campuran  mie goreng atau mie rebus dan begitu seterusnya.

------

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri

Lalu, bagaimana antara kita dengan Ramadan, apakah sebatas mengetahui, atau lebih dalam lagi mengerti atau memahami sehingga tak rela ketinggalan berkah Ramadan.

Siapapun bisa saja tahu saat ini berlangsung bulan Ramadan (baik yang menjalankan puasa atau tidak), sementara yang mengerti Ramadan dia akan menjalankan puasa (sebatas menahan lapar dan dahaga) dan tahapan orang yang paham akan berbeda (orang ini berpuasa dan mengamalkan nilai Ramadan dalam kehidupan sehari-hari).

Ramadan hari 20, Suasana Ramadan dari tahun ke tahun, pada umumnya nyaris sama pada sepuluh hari terakhir, yaitu shaf-shaf di masjid (dimanapun) umumnya berangsur maju. Taraweh hari ke duapuluh malam duapuluh satu, hanya tersisa sekira empat atau lima shaf (itu juga tidak penuh) kotras dengan hari semingu pertama masjid penuh tak menampung jamaah.

Sementara timeline medsos, nyaris tidak ada beda antara Ramadan dan bulan di luar Ramadan, tetap saja bertebaran hoax dan ujaran kebencian. Padahal pemilik akun medsos adalah seorang muslim (beberapa saya kenal), tetapi ucapan dan komentarnya (menurut saya) kurang etis dituliskan apalagi di bulan Ramadan.

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri

Mungkinkah indikasi ini menjadi (salah satu) pertanda, betapa banyak orang yang baru sebatas Mengetahui dan Mengerti saja perihal Ramadan. Sementara masih jauh, dari perilaku 'Memahami' apa itu Ramadan (apalagi mau mengaplikasikan dalam dirinya).

Jangankan di bulan Ramadan, bulan di luar Ramadan saja kita masih susah menahan diri, tidak berkomentar terhadap apa yang kita dengar dan lihat di sekitar. Terlebih pada satu hal, yang kita tidak sepakati (baca kubu berseberangan), dengan mudahnya kita nyinyir tanpa pikir akibatnya dalam jangka panjang.

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri

Meredam amarah dan seteru, bisa berarti (sebenarnya) menahan diri untuk tidak menulis atau berkomentar sesukanya di medsos hanya demi kepuasan sementara. Menahan diri memang bukan perkara mudah, tetapi kalau kita sudah coba lakukan setidaknya kita termasuk kategori orang yang punya keinginan berubah lebih baik.

Toh, sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, akibat kebaikan tersebut akan kembali pada diri sendiri, dan kita yang akan merasakan dampaknya. Buat apa kita merawat kebencian dan seteru, sementara kita tidak tahu sama sekali, apakah besok nafas kita masih menjadi hak kita.

Menjadi barisan orang beriman memang penuh tantangan, dan hadist " hendaklah berkata baik atau diam"  bisa dijadikan pegangan agar pikiran kita tetap waras. Ramadan tinggal sepuluh hari, apa yang sudah kita dapatkan di bulan suci, jangan sampai sisa bulan mulia akan menjadi sia-sia begitu saja.

Redam amarah dan seteru, hadirkan kedamaian mulai dari dalam diri, niscaya akan berimbas pada sikap dan perilaku kita terhadap orang lain. Bagi orang yang sudah bisa mengalahkan dirinya sendiri (hawa nasfsu), akan jauh lebih mudah untuk belajar berdamai dengan orang lain.

Saya jadi ingat pesan Rasulullah setelah perang badar, "Bahwa kita baru saja pulang dari peperangan kecil menuju peperangan yang besar." Padahal siapa yang menyangsikan, betapa besarnya perang badar. Seorang sahabat bertanya, "Perang besar apa lagi, ya Rasulullah", Rasul menjawab "adalah perang melawan (hawa nafsu) diri sendiri."

Wallahu'alam, semoga bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun