Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Generasi Masa Kini dan Masa Lalu, Antara Kerja Tetap atau Tetap Kerja

5 Oktober 2018   09:29 Diperbarui: 5 Oktober 2018   14:53 3016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seminggu sekali atau dua kali, saya rutin menelpon ibu di kampung. Menanyakan kabar perempuan sepuh, sembari berbagi cerita yang terjadi di tanah kelahiran. Getar suara riang sangat jelas terasa, seolah memang menanti si bungsu menghubungi.

"Aku itu seneng kalau ditelpon, denger kabar sehat dan baik-baik," ujarnya dari seberang.

Saya pegang nasehat kakak ipar, kalau ada kisah sedih bagi dengan pasangan jiwa, jangan ceritakan ke orang tua. Sudah bukan waktunya, orang tua memikirkan masalah anaknya -- apalagi anak sudah berkeluarga.

Maka, setiap telepon saya hindari berkeluh kesah -- apalagi masalah keuangan. Saya dan ibu lepas berbincang ringan, lima  atau sepuluh menit dijamin tidak cukup. Setengah jam belum tentu tuntas, karena topik bahasan melebar kemana suka.

Dari saudara jauh yang hendak menggelar sunatan, sungai dekat sawah menyempit akibat kebun di atasnya longsor, berita duka dari tetangga atau saudara, teman masa kecil yang usahanya menanjak dan seterusnya dan seterusnya.

Khusus obrolan siang itu terselip satu kabar, berasal dari kerabat perempuan -- masih kuliah --  yang sudah bertemu dengan calon imam. Konon dari pihak lelaki berniat melamar, saking seriusnya sudah sampai tahap pembicaraan antar kedua orang tua --pihak lelaki dan perempuan.

"namanya masih kuliah, kan belum kerja yo," celetuk ibu.

Saya memaklumi pola pikir ibu, termasuk generasi lama yang berpandangan maintream (baca kuno).  Dalam alam pikiran ibu (atau orang seusianya), -- bisa jadi-- yang dinamankan bekerja identik dengan kerja di kantor (baik PNS atau karyawan swasta).

Orang bekerja -- menurut ibu--, setiap pagi berangkat dan sore pulang ke rumah. Memakai seragam dengan warna tertentu, lazimnya pegawai di kantor pemerintah atau perusahaan swasta.

Saya masih ingat, ketika dulu memutuskan resign dari tempat kerja di sebuah perusahaan. Ibu adalah orang pertama, yang paling menentang keputusan saya.

Saya masih ingat petuah -- tepatnya omelan--, bahwa bekerja itu di satu tempat saja jangan pindah-pindah. Karena perlahan-lahan, --masih menurut ibu-- karir akan menanjak dan gaji akan semakin besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun