Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

[Ketapels Berdaya] Memberdayakan yang Dipandang Tak Berdaya

17 April 2016   04:32 Diperbarui: 17 April 2016   06:04 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu sosok energik yang terlihat awet muda, adalah Pingkan Carolina Rosalie Warrouw ( ketua INASLI / Indonesian Sign Language Interpreter). Beliau begitu bersemangat, saat membicarakan apa yang dialami disfael.  Menurut Pingkan, sebenarnya kata tuna rungu justru lebih kasar jika dibanding kaum tuli. Maka sebenarnya ada kesalahan, kalau menganggap kata tuna rungu lebih sopan.

Perempuan yang sering muncul di televisi, khususnya di acara berita sebagai penerjemah untuk bahasa isyarat  memang terlihat awet muda.  Bisa jadi pengaruh dari aktifnya memainkan ekspresi, setiap berkomunikasi dengan bahasa isyarat.

Secara khusus sebenarnya tidak ada kesepakatan secara khusus, ternyata bahasa isyarat tangan bisa berlaku sebagai bahasa universal. Tak mengherankan jika ada kaum tuli dari luar negeri, biasanya langsung bisa nyambung kalau diajak komunikasi dengan kaum tuli dalam negri.

[caption caption="Suasana acara Jumpa Blogger di Deaf Finger Talk Cafe Pamulang (dokumentasi Ketapels)"]

[/caption]

Bagi kaum yang non tuli yang sedang belajar, harus mengasah kepekaan agar yang disampaikan tidak salah tangkap. Misal saat bilang I Love You, tiga jari diacungkan (jempol, telunjuk dan jari manis telapak dibagian depan) ekspresinya juga harus dengan senyum atau mimik serius.

"Gak mungkin kan bilang, I LOVE YOU, wajahnya ceberut atau marah seperti mengancam" ucapnya sambil mempraktekkan dengan kocak.


Sementara ibu Pat Sulistyowati (Mantan Ketua GERKATIN/ Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia), hadir sebagai pembicara ketiga. Beliau yang juga tuli, masih merasakan pandangan meremehkan dari sebagian masyarakat terhadap kaum Tuli. Ada sikap pembiaran kaum tuli bodoh, karena memang tak disekolahkan. Padahal kalau diajari, kaum tuli bisa pintar dan berdaya saing dengan kaum non tuli.

Oo0oo

[caption caption="Penyerahan Cinderamata dari Finger Talk cafe kepada Kang Rifky (ketua Ketapel's) (dokumentasi Ketapels)"]

[/caption]

Sepanjang acara saya benar takjub, upaya mulia dan luar biasa dari Dissa untuk saudara kaum tuli. Saya meyakini tak ada upaya yang sia-sia, karena manusia diberi wewenang hanya sebatas berupaya. Termasuk perjuangan Dissa dengan Cafe Finger Talk, akan menjadi catatan tersendiri bagi kaum Tuli. Fitrah setiap manusia adalah berdaya, rasa ketakberdayaan muncul karena belum mengenali potensi diri. Maka saudara kita semua tanpa terkecuali, termasuk kaum disfabel semua memiliki potensi yang terpendam.

Acara ketapels hari minggu ini, memberi pencerahan baru buat saya pribadi. Bahwa siapapun punya hak berkembang dan mengembangkan diri, memunculkan potensi dalam diri tanpa peduli siapa dan bagaimana rupa. Sang pencipta Maha Adil, tak membedakan umatNya dari tampilan fisik atau wadag. Apa yang kita perbuat selama hidup di duia, yang akan menjadi pertanggungjawaban kelak di hari perhitungan.

Salut untuk Dissa, mendadak saya jadi bercermin apa yang sudah saya lakukan? (salam)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun