Mohon tunggu...
Agnis Dwi Safitri
Agnis Dwi Safitri Mohon Tunggu... -

Balinesia girl📍

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Remaja di Sekolah

11 Februari 2018   20:07 Diperbarui: 11 Februari 2018   20:21 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder atau bisa disebut dengan rumah belajar kedua. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. 

Anak remaja yang sudah duduk di bangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolah. Ini menunjukkan bahwa hampir sepertiga dari 24 jam waktunya setiap hari dilewatkan di sekolah. Tidak mengherankan jika pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar.

Orang tua tentunya mengharapkan pengaruh yang positif untuk anaknya selama berada di sekolah, salah satunya terhadap perkembangan jiwa remaja karena sekolah adalah lembaga pendidikan selain rumah dan keluarga yang memberi pengaruh cukup besar terhadap minat dan perilaku anak. Sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Umumnya di kota-kota besar sekarang ini sangat terasa adanya lingkungan lain yang dapat dipilih remaja selain sekolahannya, yaitu pasar swalayan, pusat perbelanjaan, taman hiburan, atau bahkan sekadar warung di tepi jalan di seberang sekolah atau rumah salah seorang teman yang kebetulan sedang tidak ditunggui orang tuanya. Apalagi sering kali motivasi belajar murid memang menurun akibat adanya berbagai hal di sekolah.

Salah satu factor yang sering dianggap menurunkan motivasi siswa remaja untuk belajar adalah materi pelajaran itu sendiri dan guru yang menyampaikan materi pelajaran itu. Materi pelajaran sering dikeluhkan oleh para siswa entah itu membosankan, terlalu sulit, terlalu banyak bahannya untuk waktu yang terbatas, dan sebagainya. Akan tetapi, lebih utama dari factor materi pelajaran sebenarnya adalah factor guru.

Berkurangnya semangat belajar pada para siswa mengakibatkan kurangnya keinginan untuk bertahan  di lingkungan sekolah seringkali ditimpakan pula pada factor terbatasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan lanjut ke perguruan tinggi, disamping terbatasnya lapangan kerja bagi orang-orang yang putus sekolah.

Karena hampir tertutup sama sekali kemungkinan untuk mengenyam pendidikan di PTN, khusunya bagi siswa yang prestasinya tidak menonjol, maka makin besar rasa bosan dan jenuh yang bisa ditimbulkannya. Rasa bosan ini akan bertambah dengan frustasi karena hasrat yang masih sangat besar untuk masuk perguruan tinggi.

Factor yang berpengaruh di sekolah bukan hanya guru dan sarana serta prasarana pendidikan saja. Lingkungan pergaulan antarteman pun besar pengaruhnya. Apa yang dikatakan guru tidak lagi menjadi satu-sartunya ukuran meskipun guru itu disegani.

Tidak dapat diingkari bahwa pengaruh lingkungan masyarakat terhadap perkembangan jiwa remaja sangat besar, akan tetapi keluarga dan sekolah masih tetap merupakan lingkungan primer dan sekunder dalam dunia anak dan remaja. Lingkungan masyarakat hanyalah lingkungan tersier yang derajat kekuatan untuk merasuk ke dalam jiwa anak dan remaja seharusnya tidak sekuat keluarga dan sekolah.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa di kalangan anak-anak Indonesia kebutuhan untuk menghargai orang tua dan guru masih cukup besar. Tinggal bagaimana orang tua dan guru memanfaatkan kebutuhan anak-anak itu. Untuk itu memang diperlukan motivasi yang kuat dari pihak orang tua dan guru sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun