Mohon tunggu...
Agnes Marpaung
Agnes Marpaung Mohon Tunggu... General Practitioner (dr) , Ig: ronauliagnes -

Memaknai Hidup Lewat Torehan Tulisan https://literasiram.blogspot.com/ https://www.instagram.com/literasiram/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Panutanku, Aku Begitu Kehilangannya!

12 Agustus 2018   01:02 Diperbarui: 17 Agustus 2018   01:04 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu bisa sayang! Kamu pasti bisa jadi dokter" ucapan nenek itulah yang membuatku semangat mengejar mimpiku menjadi dokter.

Kalian tahu, ayahku begitu menentang aku untuk menjadi seorang dokter. Dia begitu ingin aku bekerja di kantoran karena katanya jadi dokter itu susah dan biayanya begitu mahal. Namun aku ingat perkataan nenekku, materi dan tempat bisa ditaklukkan oleh iman dan usaha. Diam-diam aku memilih fakultas kedokteran saat ujian masuk universitas. 

Sehari sebelum aku ujian, aku telepon nenek dan minta doa restunya untuk ujian masuk universitasku. Nenek hanya tertawa saat tau bahwa aku nekat ambil kedokteran tanpa izin ayah. Tapi nenek merestuiku dan di akhir pembicaraan kami lewat telepon, nenek memberangkatkanku dengan doa. Aku masih ingat betapa harunya hari itu.

Sekarang aku sudah menjadi dokter dan ini tak lepas dari adanya nenek di sampingku. Satu hal yang paling berkesan dari nenek adalah kebiasaannya menolong orang. Seharusnya nenek tidak perlu bekerja karena gaji pensiunannya ku pikir cukup untuk membiayai hidupnya sendiri. Tapi nenek sangat pekerja keras. Ada empat lahan sawah yang digarapnya,  perkebunan yang menurutku cukup luas untuk diolah oleh satu orang juga beberapa ternak kerbau dan ayam. 

Kalian tahu semua uang ini digunakan nenek untuk apa? Sebagian kecil dia tabung, katanya untuk beli hadiah buat cucu-cucunya dan mana tahu anak-anaknya butuh bantuan. Sebagian besar lagi dia gunakan untuk membantu orang-orang di sekitarnya.

Nenek sangat suka bersosialisasi dan berjalan-jalan ke rumah tetangga juga kerabat. Aku sering menemani  nenek sore harinya  ke rumah tetangga yang dekat bahkan ke rumah teman-temannya yang juga cukup jauh sehabis kami pulang dari sawah. Nenek sering berbagi cerita dan canda bersama mereka, suasana kekeluargaan di kampung begitu hangat. Sayang sekali aku tidak menemukan itu di kota. 

Jangankan suasana bertetangga yang hangat, sering sekali kita yang hidup di kota tidak kenal siapa tetangga kita sendiri. Bagian itu cukup miris menurutku. Sembari nenek bercerita dan menggali kehidupan tetangga, sering sekali nenek memberikan uang, sembako atau bahkan hasil kebunnya kepada orang-orang yang menurut nenek membutuhkan. 

Tak jarang orang-orang mengadu dan bercerita kepada nenek soal kesulitan ekonomi mereka dan sebisa nenek selalu berusaha membantu mereka. Hal sederhana namun sangat berarti.

Ah, mulianya hati nenekku. Aku sering sekali bertanya, hati nenekku terbuat dari apa sih? Hanya saja semakin aku besar semakin aku menyadari, berbuat baik itu jauh lebih indah kawan! Tidakkah kamu merasa hatimu damai dan sejahtera saat kamu membantu sesamamu? Tidakkah kamu merasakan bahagia saat melihat senyuman mereka atau bahkan tangis haru mereka yang kamu bantu? 

Aku pikir di hati setiap manusia, Tuhan selalu melekatkan kemauan untuk berbuat baik karena sejatinya kita ini adalah mahluk sosial yang seharusnya saling menolong satu sama lain. Hanya saja manusia kerap kali mengabaikan nurani kebaikan itu sendiri demi ego dan gengsi yang mereka biarkan mendominasi hidup mereka.

Nenek adalah sumber energi baik yang membuat aku bertahan sampai sekarang ini dan aku sangat merindukan nenek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun