Mohon tunggu...
agnes Wulan
agnes Wulan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Agnes

Agnes wulan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KKN UPI: Literasi Baca Tulis dan Finansial Sejak Dini

26 September 2021   11:47 Diperbarui: 26 September 2021   11:50 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang, pendidikan literasi keuangan merupakan suatu hal yang belum berkembang dengan baik, baik di lingkup keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Pemberian pendidikan tentang literasi keuangan masih belum dilakukan secara serius dan terencana. Pendidikan literasi keuangan sangat diperlukan untuk mendidik manusia yang sadar dan paham tentang bagaimana cara mengelola keuangan secara bijak dan sesuai dengan kebutuhan ((Indriayu dan Renol, 2017). 

Pendidikan literasi keuangan harus diberikan sedini mungkin, yaitu pada anak usia pra sekolah atau anak usia dini. Pengenalan terhadap pengetahuan literasi keuangan semenjak dini akan membuat anak-anak terbiasa mengelola keuangan dengan baik dan benar di masa yang akan datang. 

Menurut hasil survey nasional literasi dan inklusi keuangan nasional yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2016, hanya sekitar 29,7 persen masyarakat yang telah mampu atau paham literasi keuangan. Hal ini sangat memprihatinkan, yang di lain sisi hal ini menjadi pemicu dari banyaknya masalah keuangan yang dihadapi oleh masyarakat (OJK, 2017). Pendidikan literasi keuangan pada anak bukan sekedar tentang pengenalan uang, namun merupakan suatu konsep tentang pengenalan pengelolaan keuangan secara bijak. Anak dilatih untuk mempunyai kemampuan mengontrol pengeluaran keuangan. 

Anak pun dididik untuk dapat membedakan mana yang menjadi kebutuhan dan mana yang menjadi keinginan. Ada beberapa kalangan yang menganggap bahwa literasi keuangan sebaiknya diberikan ketika individu sudah remaja. Asumsi ini didasarkan karena anak-anak dianggap terlalu kecil untuk memahami keuangan. Padahal di sisi lain, beberapa ahli keuangan memberikan rekomendasi agar literasi keuangan diberikan semenjak dini, karena hal ini akan terakumulasi sampai dewasa. Perilaku yang muncul pada usia dini cenderung berkembang dan sulit diubah (Kay, 2013). 

Literasi keuangan bukan hanya memberikan bekal pengelolaan keuangan, akan tetapi melatih anak untuk terhindar dari perilaku korupsi, gratifikasi maupun perilaku buruk lainnya yang berkaitan dengan penyalahgunaan dalam bidang keuangan. Oleh karena itu, maka usia dini dianggap sebagai waktu yang tepat untuk memulai memberikan literasi keuangan.

Literasi sceara umum tidak hanya dimaksudkan terhadap kegiatan baca tulis semata. Akan tetapi pada era abad 21 ini, masyarakat dikenalkan dengan ada minimal enam literasi dasar, yang salah satunya adalah literasi keuangan. Pengertian literasi keuangan atau financial literacy banyak dikemukakan oleh para ahli. Menurut Chen dan Volpe, literasi keuangan adalah seperangkat pengetahuan dan atau kemampuan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan pribadi dan pemahaman keuangan mengenai beberapa hal di antaranya tabungan, asuransi, dan investasi. (Chen dan Volpe, 1998) Sedangkan menurut Lusardi dan Mitchell, literasi keuangan adalah berbagai konsep dasar di bidang ekonomi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan dalam hal menabung dan investasi secara bijaksana (Lusardi dan Mitchell, 2007: 157). 

Menurut konsensus The Presidents Advisory Council on Financial Literacy (PACFL) pada tahun 2008, definisi literasi keuangan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk mengatur sumber keuangan secara efektif untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan (Hung dkk, 2009). Konsensus ini membedakan antara literasi keuangan dengan pendidikan keuangan. Pendidikan keuangan didefinisikan sebagai suatu proses yang berupaya meningkatkan pemahaman orang[1]orang terhadap produk, layanan, dan konsep keuangan, sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk membuat pilihan, terhindar dari kejahatan, serta memahami ke mana dan bagaimana mengambil keputusan keputuan untuk kesejahteraan keuangan di masa sekarang maupun yang akan datang. 

Dengan pendidikan keuangan yang baik, maka seseorang dapat memahami konsep dan produk keuangan serta mempunyai kemampuan yang baik dalam mengambil keputusan di dalam bidang keuangan, tercakup di dalamnya aneka resiko keuangan (Atkinson dan Messy, 2012: 13) Gerakan Literasi Nasional mengungkapan definisi literasi finansial sebagai pengetahuan tentang rumusan konsep dan tujuan finansial serta praktik kewirausahaan dan kemampuan dalam mengatur untuk menghasilkan, mengelola, menginvestasikan, dan menyumbangkan uang (Badan Pengembangan dan Perlindungan Bahasa Kemendikbud, t.t: 16). 

Literasi keuangan juga dapat diartikan sebagai melek atau cakap keuangan (cubg, 2018). Literasi keuangan dapat diartikan sebagai kemampuan dalam hal memahami bagaimana uang bekerja, bagaimana seseorang berhasil mendapatkannya, bagaimana seseorang mengelolanya dan bagaimana mengambil keputusan tentang uang. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa literasi keuangan adalah seperangkat keterampilan dan pengetahuan yang memberikan pemahaman terhadap seorang individu sehingga mampu membuat keputusan yang efektif dengan semua sumber daya keuangannya untuk mencapai tujuan hidupnya

Keterampilan literasi merupakan dasar dari kemampuan mengambil keputusan, pemberdayaan diri, serta keaktifan dalam berpartisipasi secara lokal maupun global (Gunawan and Karakter 2012) Tidak hanya itu kemampuan literasi juga merupakan indikator kesuksesan seseorang untuk menghadapi tantangan dalam setiap jenjang pendidikan. Literasi merupakan kebutuhan universal, dimana manusia membutuhkannya untuk memenuhi kebutuhan dasar, sekaligus mengembangkan nilai-nilai sosial, budaya, ekonomi dan politik di komunitasnya. 

Sukses atau tidaknya kemampuan literasi tergantung pada stimulasi yang didapatkan oleh seseorang. Stimulasi ini tentunya didapatkan dari lingkungan. Lingkungan yang dapat membangkitkan semangat berliterasi tentunya akan lebih kaya budaya literatnya. Lingkungan sosial pada hakekatnya dapat kita bagi menjadi lingkungan yang paling kecil hingga lingkungan yang paling luas. Konsep pendidikan paling kecil dimulai dari keluarga dan juga sekolah (Albar 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun