Mohon tunggu...
Agi Rahman Faruq
Agi Rahman Faruq Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Mosi Integral "14 April 1986-2019"

23 Maret 2019   17:43 Diperbarui: 23 Maret 2019   17:45 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gbr 1. Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum, sumber : mapachjayaselalu.blogspot.com

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi Ulul Albab. (yaitu) orang-orang yang berdzikir kepada Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring..." (Ali Imran: 190-191).

Dzikir diartikan mengingat dan menyebut. Ini menunjukkan bahwa Ulul Albab adalah orang-orang yang melakukan aktifitas intelektual dengan tujuan supaya menambah keimanan sehingga tidak ada sebuah aktifitas akal itu dilakukan kecuali membuahkan hasil menjadikan dirinya semakin dekat kepada Allah. Karena untuk fungsi itulah sebenarnya akal manusia diciptakan.

Pada hari Jumat tanggal 7 November 2008, almarhum Muhammad Natsir mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah Republik Indonesia. Tokoh Partai Masyumi, PERSIS (Persatuan Islam), yang pernah menjadi menteri penerangan dan perdana menteri (PM) itu diakui sebagai tokoh yang berjasa luar biasa dalam membangun dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut Mahfud MD, Pada umumnya masyarakat melihat jasa terbesar Natsir adalah kegigihan dan keberhasilannya mengembalikan Indonesia menjadi negara kesatuan (1950), setelah sempat dijadikan negara federal melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Mosi Integral Natsir yang dipidatokannya di parlemen pada 3 April 1950 dianggap sebagai bukti peran besarnya dalam mengembalikan Indonesia menjadi negara kesatuan.

Mosi Integral diutarakaan dalam isi naskah Mosi Integral Natsir tersebut sebenarnya sama sekali tidak memuat ajakan untuk kembali ke negara kesatuan. Bahkan dalam pidatonya Natsir berkali-kali menegaskan bahwa mosinya tidak berhubungan dengan kontroversi tentang negara kesatuan dan negara federal. Natsir menegaskan bahwa pihaknya "menjauhkan diri dari pembicaraan soal unitarisme dan federalisme." Sebenarnya yang diperjuangkan Natsir melalui mosinya itu adalah "persatuan bangsa," bukan "negara kesatuan." Persatuan (integration) menyangkut sikap (kejiwaan) setiap warga negara untuk merasa terikat dalam satu ikatan sebagai satu bangsa, sedangkan negara kesatuan (unitarisme) adalah konsep struktur ketatanegaraan yang biasanya dibedakan dengan negara serikat (federalisme).

Jika kita berkaca dari pemikiran M. Natsir, dalam kehidupan BEM HMCH (Badan Eksekutif Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Civics Hukum) UPI bandung, memang ada perlunya rasa kesatuan dalam bentuk nyata. Rekonsiliasi dalam tubuh mahasiswa departemen Pkn untuk mengurai kembali akan mencari dimanakah letak persatuan itu hadir. Kita sadari betul politik begitu kental dalam pergerakan mahasiswa Departemen Pkn, namun yang dirasakan adalah pengkotak-kotakan dan alienasi didalamnya.

Rasa takut, dan kecemasan tiap individu dan golongan yang akhirnya mendorong verifikasi diri sendiri akan "kebenaran" dan mengenyampingkan sisi intelektual yang subjektif. Semuanya membawa panji-panji kebenaran, mepropagandakanya lewat konstitusi HMCH maupun bergerilya lewat obrolan-obrolan di meja makan, bahka lobby-lobby para pemegang amanah di setiap organ HMCH. Tidak ada salahnya memang semua itu, selama guna membangun kembali HMCH yang berwibawa dan mampu memantapkannya sedalam bawah laut, dan setinggi langit berdiri.

Jangan sampai bibit-bibit disintegrasi bertebaran di dalam intelektualitas mahasiswa Pkn, jikalau indikasi benih-benih disintegrasi sudah bertebaran, namun kita begitu percaya diri bahwa kita masih dapat mengendalikannya. Perlu adanya langkah-langkah penting untuk menghempaskannya, jangan sampai menjadi bom waktu yang membuat porak-poranda HMCH. Sebuah refleksi tentunya untuk diri sendiri (penulis) dan juga para pejabat HMCH juga UUK  (unit-unit khusus) agar tidak terlalu bersikap defensif, bahkan sampai "mendua".

Pesan paling dalam yang harus ditanamkan seorang Natsir bukanlah tulisan berbunga-bunga apalagi retorika mengangkasa tak bertepi melainkan lebih banyak pesan yang berwujud dalam tindakan dalam masa krisis kata-kata mesti diisi dengan makna nyata. Sebuah kata harus dapat menemukan tenaga kreatif dan kemampuan untuk menyatukan dan membebaskan manusia. Setiap kata dan perbuatan harus selaras dan menyatukan, bagai api dan udara, bagai menyatukan HMCH dan UUK, dan menselaraskan antar UUK dengan tujuan menyokong pergerakan HMCH.

HMCH sejatinya tidak berdiri sendiri, karena sendi-sendinya berisikan UUK (Unit-Unit Khusus) CHMC, UPP, CHSS, dan MAPACH. Sendi-sendi ini dengan tegas menyatakan keberpihakan kepada HMCH itu sendiri, dan tak akan pernah ada di bawah kaki HMCH mupun di atas kepala HMCH, posisi kami ada di semangat HMCH dengan berdiri sejajar guna sebagai penyokong, dan penggaris HMCH dalam mempertahankan Warna HMCH.

Setiap kader UUK akan di bentuk untuk dapat bekerja selaras dengan HMCH, bukan untuk menolak HMCH atau mewarnai HMCH dan memudarkan warna HMCH. Sebegitu cintanya kami akan HMCH, bahkan kami UUK secara tidak langsung berpartisipasi membangun pengkaderan HMCH. Membantu dalam Integralitas sisi Intelektualitas, Progresivnya pergerakan kader, dengan begitu mereka siap menjadi kader kompeten ketika mereka mendapat amanah memegang jabatan di HMCH.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun