Mohon tunggu...
agi maulana
agi maulana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yuk Kepoin Gadget Anak-anak Kita!

31 Mei 2016   14:56 Diperbarui: 31 Mei 2016   15:03 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Belakangan kita kembali dihebohkan oleh peristiwa memilukan, pemerkosaan disertai tindakan pembunuhan oleh belasan remaja terhadap siswi sebuah SMP menjadi perhatian publik, bak fenomena gunung es, peristiwa serupa tiba-tiba banyak bermunculan silih berganti 'menghiasi' pemberitaan pagi. Geram, kesal, marah bercampur jadi satu di hati saya, tak habis pikir bagaimana para pelaku yang notabene seorang 'bocah' bisa sekeji itu. 

Pasca kejadian, banyak dari kita yang mencoba menganalisa sebab musabab peristiwa itu bisa terjadi, hingga akhirnya Alhokol menjadi sorotan, memang para pelaku sedang berada dibawah pengaruh minuman kotor tersebut, namun apakah hal tersebut menjadi satu-satunya pemicu? bagi saya tidak, mengutip peryataan Zoya Amirin seorang psikolog seksual pada wawancaranya dengan Natgeo Indonesia (31/5), “Dengan menenggak alkohol, orang tersebut merasa lebih punya nyali, lebih berani, lebih jantan. Intinya adalah ide tentang seks atau memperkosa sudah ada dalam pikiran. Tanpa alkohol pun pemerkosaaan bisa terjadi jika memang ada niat dari si pelaku,” papar Zoya. Alkohol menjadi sarana yang semakin membangkitkan serta mendorong imajinasi seksual pelaku untuk diaplikasikan ke korban. Nah, pertanyaannya, darimana sumber imajinasi seksual yang meyimpang tersebut berasal? 

Sedikit berbagi cerita dalam pengalaman saya berinteraksi dengan siswa ketika mengajar di sekolah. Saya menemukan bahwa segala hal baru, 'yang tidak diajari secara formal di sekolah atau di rumah',  banyak diperoleh dari gadget yang mereka pakai dan salah satu pintu masuknya hal baru tersebut adalah dari medsos. Aneka medsos mareka unduh walaupun dasar fungsi dari kesemuanya sama, tidak hanya sebagai sebagai sarana komunikasi belaka tapi digunakan juga untuk mengeksplore segala informasi yang mereka inginkan. 

Apakah kita sudah rajin mengecek segala aktifitas media sosial anak? jangan anggap kita melanggar wilayah privasi anak, karena hal ini juga untuk kebaikan mereka. Pertama, pastikan kita tau pasword atau kode masuk ke gadget, ketika mereka ingin mengubah, pastikan kita juga diberi tahu, dan termasuk pasword khusus masuk akun medsos. Saya pernah melihat akun Instagram beberapa anak yang hampir separuh followingnya itu akun-akun penyedia konten porno, di dalamnya tidak hanya gambar tetapi juga video , artinya setiap membuka laman utama mereka langsung disuguhi pemandangan tak senonoh, bayangkan hal itu terjadi setiap jamnya. Sepertinya pemblokiran yang dilakukan kominfo tidak secara massif merambah medsos ini. 

Penyebaran konten dewasa juga banyak dilakukan secara tersirat oleh akun-akun di Instagram yang  khusus men-share konten jokes khas remaja, dari nama akun, judul gambar, maupun captionnya memang terkesan hanya sekedar lucu-lucuan, namun disitulah bahayanya, karena membuat hal yang tak pantas menjadi layak dan wajar untuk dijadikan hiburan. Tak cukup hanya disitu, kehadiran postingan hiburan porno itu juga dijadikan sarana 'kode' bagi banyak pasangan remaja, simpelnya jadi ajang saling ngetag. Ngak ada lagi rasa malu atau sungkan yang terlihat, bahkan banyak yang saling merespon atau ngetag balik. 

Apakah cukup hanya melihat followingnya saja, belum cukup, sesekali tanpa sepengetahuan anak, coba tengok browser history disetiap medsos ataupun aplikasi mesin pencarian di hp atau laptop mereka, bisa di Google, Youtube atau yang lain, memang di aplikasi pencarian Mozilla tersedia menu private browsing yang membuat riwayat pencarian menjadi tersembunyi. 

Hal yang mengejutkan juga pernah saya temui disalah satu laptop murid, yaitu menyembunyikan film atau video porno pada folder yang tersembunyi atau ter-hide, yang bisa saya ketahui dengan coba melacaknya dengan aplikasi anti virus Smadav dan meng-unhide semuanya, atau cara lain yang bisa dilakukan anak yakni data film porno dimasukan ke dalam folder dengan nama yang disamarkan (agar pengguna lain tidak curiga), memang luar biasa segala upaya dilakukan agar konten kotor tersebut bisa tersembunyi. Para orangtua memang sudah selayaknya peka dan jangan cuek terhadap tingkah laku sang anak, terlebih mengetahui apa yang anak tonton, karena banyak pula film Hollywood dengan katagori semua usia namun masih menyelipkan adegan dewasa.

Tak hanya film barat, film yang bercover animasi atau kartun juga perlu dilihat isinya. Bagi kalangan remaja pecinta anime atau animasi dari negeri sakura pasti mengerti tidak semua bisa dikomsumsi oleh anak-anak. Genre-genre tertentu yang istilahkan dengan sebutan Hentai, Ecchi dan Harem sangat patut diwaspadai, karena di negeri asalnya, film genre itu (ada juga dalam bentuk Manga atau Komik) hanya dikonsumsi oleh kalangan dewasa atau bermuatan pornografi dengan berbagai tingkatan, apalagi ada tambahan katagori Yaoi (hubungan sesama lelaki) dan Yuri (hubungan sesama perempuan), Ngeri bukan?

Psikolog anak, Endang Widyorini, dalam wawancaranya dengan Replubika Online (23/5), menyatakan "bicara masalah kekerasan seksual, lebih banyak disebabkan oleh adanya pornografi yang mudah diakses oleh anak-anak, baik dari komputer maupun telepon genggam". Ia juga menjelaskan, pornografi dapat menimbulkan kecanduan untuk terus menonton, kecanduan tersebut tidak hanya mempengaruhi sistem syaraf otak, tetapi juga merangsang tubuh, fisik dan emosi yang kemudian diikuti dengan perilaku seksual. Salah upaya yang perlu dilakukan para orang tua yakni menempatkan komputer atau laptop diruang keluarga, sehingga kontrol orang tua bisa dilakukan dengan baik kemudian sering-seringlah membuat kegiatan bersama dengan anggota keluarga agar anak tidak melulu tersita oleh gadgetnya dan terakhir, Yuk jangan malas untuk kepoin gadget anak-anak kita!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun