Para atasan menyampikan informasi tersebut kepada bawahannya melalui beberapa penjelasan tambahan agar maksud dan tujuan dari kegiatan lembur tersebut bisa dipahami oleh para pekerja.Â
Meskipun mungkin ada sebagian di antara para bawahan tadi yang keberatan tapi atas nama tugas mereka akan berkenan menjalankan instruksi tersebut. Toh, mereka akan mendapatkan jatah libur di waktu yang lain.
Sayangnya, pada saat tiba waktunya para pekerja tersebut ingin mengambil haknya untuk libur ganti hari justru ada kesan dipersulit. Dengan alasan ada pekerjaan yang masih belum tuntas, mereka diharapkan menunda masa liburannya pada waktu yang lainnya lagi. Sehingga jatah waktu ganti hari terus tertunda sekian lama sampai kemudian hal itu benar-benar bisa dimanfaatkan.Â
Apabila untuk memberikan instruksi atua perintah ganti hari terasa mudah untuk dilakukan, mengapa untuk mendapatkan jatah pengganti terasa sulit dan berbelit-belit?
Inilah tantangan yang mesti dikelola oleh para pengelola organisasi bisnis. Mereka dihadapkan pada pilihan untuk mengulur waktu atau "membeli" waktu.Â
Ganti hari adalah bagian dari mengulur waktu karena sejatinya tidak ada tambahan waktu bagi perusahaan mengingat jatah waktu yang diberikan akan dikompensasi pada waktu yang lain. Dengan kata lain sebenarnya sang pekerja yang ganti hari itu tidak berkurang jatah liburnya, sebatas dialihkan pada waktu yang lain.
Lain halnya dengan membeli waktu atau dalam hal ini adalah membayar upah lembur. Di sini benar-benar terjadi penambahan waktu ekstra terhadap waktu normal yang ada.Â
Waktu yang seharusnya adalah libur diubah menjadi jam kerja (layaknya) normal tanpa harus "mengorbankan" waktu kerja yang lain sebagai hari libur. Tapi hal itu tidaklah terjadi secara gratis, ada ongkos yang harus dibayarkan.
Upaya mengulur waktu melalui mekanisme ganti hari jika dibiarkan menumpuk dari waktu ke waktu maka dapat berpotensi memicu masalah di kemudian hari.Â
Pekerjaan tidak terurus karena tidak ada yang meng-handle. Motivasi kerja bisa mengalami down karena hak untuk berlibur terabaikan. Ujung-ujungnya muncul "pemberontakan kecil" di mana para pekerja akan merasa enggan untuk diminta menjalankan instruksi serupa.
Hubungan antara pekerja dengan pihak pengelola pekerjaan memang merupakan sebuah simbiosis mutualisme. Saling membutuhkan dan saling menguntungkan satu sama lain.Â