Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Teka-teki Narasi Kontradiksi Pak Jokowi

12 September 2020   10:00 Diperbarui: 12 September 2020   10:00 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo | Sumber gambar: www.cnnindonesia.com

Heran, mungkin itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan terkait sikap pemerintah pusat akhir-akhir ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pandangannya bahwa kesehatan harus lebih diutamakan ketimbang urusan ekonomi. Clear.

Lalu kemudian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan bahwa wilayah DKI Jakarta akan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat demi menekan laju persebaran yang masih masif terjadi. Tapi mengapa keputusan yang sudah selaras dengan arahan presiden tersebut justru dianggap sebagai biang keladi masalah yang lainnya? Apabila keputusan PSBB yang diambil oleh Anies merupakan sesuatu yang salah, maka tidakkah lebih tepat jikalau hal itu dialamatkan juga kepada Presiden Jokowi?

Beberapa bawahan presiden terkesan begitu dongkol dengan apa yang dilakukan Anies. Anies dituding sebagai biang keladi terpuruknya ekonomi, menyulitkan masyarakat untuk kembali bangkit, dan lain sebagainya. Alih-alih memberikan klarifikasi terhadap pernyataan sebelumnya terkait pengutamaan aspek kesehatan publik ketimbang pemulihanekonomi, atau setidaknya meluruskan komplain para menterinya kepada gubernur DKI Jakarta, Presiden Jokowi justru mengutarakan pernyataan lain yang penuh tanda tanya. Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) dianggap lebih efektif untuk mengendalikan laju pandemi. Padahal kalau mau mempertanyakan lebih lanjut bukankah PSBM itu mirip-mirip dengan PSBB transisi?

Bukan kali ini saja sebenarnya Pak Jokowi mengeluarkan narasi yang memuat kontradiksi satu sama lain. Beda antara yang dikatakan saat ini dengan waktu yang lain. Kata orang Jawa isuk dele sore tempe. Tidak ada ketegasan serta sikap yang pasti sehingga dipahami selaras oleh seluruh kalangan. Apakah memang presiden kita memiliki kecenderungan mencla-menlce seperti itu? Atau karena para pembisiknya yang menyebabkan beliau bertindak demikian.

Rizal Ramli (RR) pernah mengatakan bahwa sebenarnya Pak Jokowi itu orang yang baik, hanya saja beberapa pengaruh yang diberikan oleh orang-orang di sekelilingnya yang membuatnya bertindak demikian. Terkadang sikap presiden kita yang terkesan tidak konsisten itu menimbulkan teka-teki bagi masyarakat. Apakah beliau sebenarnya yakin dengan setiap langkah strategi pemerintahannya atau justru sebaliknya.

Rasanya ada banyak sekali campur tangan beberapa pihak sehingga kendali beliau sebagai seorang presiden terlihat kurang powerful. Mungkinkah publik harus memaklumi karena beliau "hanya" seorang petugas partai?

Terlepas dari alasan apapun yang membuat sikap seorang pemimpin tertinggi negara tidak konsisten, sudah semestinya sebagai orang nomor satu di republik ini memahami betul setiap inci masalah yang ada. Para pembantu presiden berfungsi untuk meringankan tugas beliau, namun itu tidak berarti bahwa mereka bisa dengan seenaknya melangkahi presiden dalam mengeluarkan sikap-sikapnya. Tentu publik masih ingat penekanan yang diberikan oleh presiden kala baru dilantik usai memenangi kontestasi pilpres 2019 yang lalu. Bahwa tidak ada visi misi menteri, yang ada hanyalah visi misi presiden dan wakil presiden. Dengan demikian sikap yang ditunjukkan oleh pemerintah seharusnya juga selaras dengan hal itu.

Tidak ada sikap menteri, yang ada hanyalah sikap presiden dan wakil presiden. Jika sikap menterinya salah, maka itu artinya sikap presidennya juga salah. Lantas bagaimana jika sikap menterinya salah tetapi sikap presidennya benar? Kemungkinannya ada dua. Pertama, sang menteri "mbalelo" kepada sang presiden dan itu artinya perlu diberikan teguran keras atau digantikan posisinya dengan orang lain. Kedua, presidennya cari aman dihadapan publik dengan menyodorkan orang lain sebagai tameng. Biarlah menterinya yang dihujat, tapi presidennya jangan.   

Sejak memulai periode kedua masa jabatannya sebagai presiden, Pak Jokowi sepertinya tersita habis fokusnya untuk mengurusi pandemi. Dan jelas hal ini menjadi ujian sangat berat bagi beliau.

Sebaiknya bapak presiden meminimalisir pernyataan-pernyataan yang menimbulkan kontradiksi dengan pernyataan sebelumnya. Terkecuali memang ada klarifikasi secara jelas bahwa satu pernyataan menganulir pernyataan yang lain. Barangkali beliau perlu memiliki staf khusus yang menginventarisir pernyataan-pernyataan beliau terdahulu. Sehingga kontroversi di hadapan publik bisa dicegah. Bagaimanapun juga setiap kata dari orang nomor satu di republik ini akan dicatat khalayak ramai dan bisa jadi menjadi topik pembicaraan yang berkepanjangan.

Salam hangat,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun