Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Head to Head" Toko Kelontong Versus Retail Modern

4 Agustus 2020   07:44 Diperbarui: 4 Agustus 2020   07:34 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi toko kelontong | Sumber gambar : www.genpi.co

Saya mendapati sebuah fenomena yang jamak terjadi di wilayah perkampungan terkait dengan jenis usaha yang digeluti oleh sebagian masyarakatnya. 

Tidak sedikit dari warga yang membuka usaha toko kelontong di depan rumahnya, sehingga dalam jarak kira-kira 100 meter hampir selalu dijumpai toko kelontong yang menjajakan barang dagangan identik satu sama lain. 

Sama-sama jualan beras, sama-sama jualan bahan kebutuhan rumah tangga, dan sejenisnya. Mungkin sebagian orang mengira bahwa usaha jenis inilah yang paling mudah untuk diadopsi, untuk ditiru tanpa memerlukan keahlian khusus. Sehingga lambat laun jumlahnya terus saja bertambah, dan mengesankan satu toko dengan toko yang lain seperti rebutan pembeli yang mana jumlahnya tidaklah terlalu banyak. 

Paling-paling hanya tetangga atau sanak kerabat sekitar rumah dimana toko kelontong tersebut berada. Agak jauh sedikit lokasinya maka toko kelontong "sebelah" yang akan menjadi jujukan. 

Apalagi seiring kemunculan retail-retail modern seperti Alfamart dan Indomart yang begitu gencar melebarkan ekspansinya ke perkampungan-perkampungan sehingga menambah persaingan dengan toko kelontong sederhana yang telah lebih dulu ada.

Tidak sedikit dari para pembeli yang lebih memilih untuk belanja di retail-retail modern tersebut ketimbang di toko-toko kelontong dekat rumahnya. Biarpun itu hanya untuk membeli sebotol air mineral saja. 

Padahal harga yang dibanderol oleh toko retail modern itu belum tentu lebih murah daripada kebanyakan toko kelontong. Akan tetapi "pesona" retail modern sepertinya lebih memikat ketimbang toko kelontong sebelah rumah. 

Berikut adalah beberapa hal yang mungkin menjadi pertimbangan para pembeli dalam memilih antara toko kelontong atau retail modern dalam berbelanja barang-barang tertentu.

1. Kelengkapan Barang

Toko retail modern dengan ukurannya yang umumnya lebih besar dari kebanyakan toko kelontong di wilayah pedesaan atau perkampungan dinilai memberikan opsi pilihan produk yang beragam. Bisa dibilang sebagai toko serba ada (toserba) khususnya menyangkut beberapa barang kebutuhan sehari-hari. 

Seorang pembeli yang mencari beberapa barang kebutuhan tertentu umumnya akan menemukannya di retail modern. Berbanding terbalik dengan toko kelontong, apalagi yang tokonya berukuran minimalis, perbandingan aspek kelengkapan barangnya akan cukup jauh berbeda.

2. Keleluasaan Mencari dan Memilih Barang

Umumnya toko kelontong adalah para pembeli menyebutkan kepada juru toko terkait barang yang ingin mereka beli. Apabila ada maka biasanya akan terjadi diskusi lanjutan seperti membeli berapa banyak serta bertanya terkait harga. 

Ketika si juru toko mengatakan barangnya kosong, maka secara otomatis pembeli akan pergi tanpa bisa membuktikan kebenaran perkataan si empunya toko. 

Hal ini berbeda dengan ketika kita berbelanja di retail modern dimana Seorang pembeli bisa memeriksa secara langsung keberadaan suatu barang. Meskipun kita juga bisa bertanya apakah suatu barang tertentu ada atau tidak, tapi setidaknya pembeli memiliki kesempatan untuk membuktikan pernyataan sang penjaga toko. 

Pembeli juga bisa memilih sendiri suatu barang berikut kriteria yang diinginkannya seperti kualitas barang, harga, dan lain sebagainya tanpa perlu bertanya satu-persatu dari setiap barang yang menarik perhatian mereka.

3. Fungsi Penjaga Toko

Seseorang yang bertugas untuk menjaga toko dalam toko kelontong konvensional umumnya memegang peran atau fungsi sebagai "juru kunci" toko. Segala informasi tentang yang ada di toko tersebut hanya bisa diakses melalui dirinya. 

Sebaliknya, di retail modern para penjaganya juga berperan menjadi fasilitator bagi para pembeli yang ingin tahu beberapa hal terkait informasi barang yang hendak mereka beli atau sejenisnya. 

Dalam hal ini, baik antara penjaga toko kelontong dengan petugas retail modern sama-sama berperan penting dalam menciptakan kesan pelayanan yang berkualitas kepada para pembeli. Sikap yang bersahabat tentu akan membuat masing-masing layanan tersebut diapresiasi oleh para pembeli. Begitupun sebaliknya.

4. Kesan Mewah atau Biasa

Ada perbedaan "status" tatkala seseorang berbelanja di toko kelontong sebelah rumah dengan berbelanja di retail modern. Seperti ada kesan kelas sosial yang meningkat kala seseorang berbelanja di retail modern ketimbang di toko kelontong konvensional.

Meskipun bagi sebagian orang hal itu dianggap biasa akan tetapi "mata uang sosial" masih turut memiliki andil tatkala sebagian orang lebih mengedepankan untuk membeli sesuatu di retail modern ketimbang di toko-toko kelontong pinggir jalan.

5. Keterlibatan Ego

Mereka yang berjualan toko kelontong umumnya adalah orang-orang dekat yang memiliki cukup hubungan kekerabatan, baik itu tetangga sebelah rumaha atau sanak saudara sendiri. Tatkala terjadi suatu hubungan yang kurang harmonis maka hal itu akan turut berimbas pada hal lain seperti kesediaan atau keengganan untuk berbelanja di toko kelontong milik tetangga atau kerabat tadi. 

Selain itu, terkadang ada rasa segan dan juga iri melihat usaha orang lain ramai didatangi pembeli. Sehingga lebih memilih untuk berbelanja di retail modern yang dinilai bukan milik orang sekitar.

Setiap orang tentu memiliki pertimbangannya masing-masing antara memilih berbelanja di toko kelontong atau retail modern. Dengan segala dinamikanya seseorang hendaknya memiliki pertimbangan yang lebih jauh dalam memutuskan untuk membuka usaha ini atau mencoba membuka usaha lain. 

Sebuah usaha tentu dimaksudkan agar menghasilkan nilai keuntungan, tidak asal buka tapi tidak lama kemudian gulung tikar karena sepi pembeli. Perlu adanya sebuah diversifikasi dan juga pendekatan yang berbeda apabila memilih terjun dalam lingkup usaha sejenis.

Toko kelontong yang dikelola ala kadarnya melawan retail modern yang memiliki tata kelola yang baik ibarat pertarungan antara David versus Goliath. "Si kecil" perlu menunjukkan sisi keunikannya agar supaya memiliki nilai lebih dan mampu menjadi pemenang. 

Minimal untuk eksis dan bertahan dalam jangka panjang. Bahkan sebuah usaha sederhana seperti toko kelontong pun tidak bisa lagi dibiarkan berjalan ala kadarnya. Diperlukan adanya sebuah rencana dan tindakan yang lebih tertata rapi sehingga bisa berjalan dengan lebih efektif dan efisien.

Salam hangat,

Agil S Habib 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun