Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menilik Rumitnya Peran Orangtua pada Masa PJJ

20 Juli 2020   14:28 Diperbarui: 30 Juli 2020   00:08 3417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang murid baru tingkat Sekolah Dasar (SD) mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) secara daring dari rumahnya di Blitar, Jawa Timur, Senin (13/7/2020). (Sumber Gambar: ANTARA FOTO/IRFAN ANSHORI)

Selama ini mungkin seorang anak tatkala berhadapan dengan gadget dimaknai dengan keadaan sedang bersantai, bermain game, menggunakan media sosial, atau menikmati sajian digital menarik lainnya. Kini dengan adanya keharusan untuk menunaikan PJJ maka berada didepan gadget harus dipahami secara berbeda.

Ada saat dimana seorang anak tidak boleh seenaknya sendiri memainkan perangkat gadget dan mengalihkan fokus perhatiannya diluar proses belajar mengajar. Minimal ada jam-jam tertentu dimana seorang anak harus menata pikiran selayaknya ia sedang berada didalam ruang kelas mengikuti pelajaran sekolah.

Adalah peran orang tua untuk mengondisikan situasi supaya sang anak memiliki cara berfikir yang demikian. Seorang anak perlu diberikan arahan dan pemahaman supaya mereka menjalani PJJ dengan sebagaimana seharusnya. Dan hal ini tentunya butuh proses serta pendampingan untuk beberapa periode waktu tertentu.

2. Membagi Peran sebagai Orang Tua dan "Guru"

Selama PJJ akan ada sebagian porsi tugas guru yang diambil alih oleh orang tua. Seorang guru yang "digugu" dan "ditiru" itu pasti tidak akan mampu secara optimal mengekspresikan hal-hal yang sepatutnya ia lakukan. Jangkauan pandangan guru akan terbatas pada tulisan atau paling banter sorotan kamera dilayar gadget miliknya. Selebihnya guru akan lebih banyak tidak tahunya.

Apakah sang murid mengenakan pakaian seragam secara utuh atau hanya memakai baju atasan seragam saja saja, sang guru mungkin tidak tahu. Demikian juga apakah sang murid sepenuhnya berfokus pada pelajaran atau membuka dan mengurusi hal lain selain mata pelajaran, sang guru juga bisa saja tidak tahu.

Adalah "mata" orang tua yang bisa melakukan fungsi pengawasan itu. Ketika sang anak lebih memilih bermain game ketimbang mempelajari sebuah materi pelajaran, maka tugas orang tua untuk "meluruskan" kembali hal itu.

Seorang guru akan terus memantau aktivitas mengajarnya. Memastikan setiap siswa-siswi paham dengan pelajaran yang diikuti serta memahami setiap penugasan yang ada.

Para siswa dibimbing dan diarahkan tentang bagaimana seharusnya mereka mengambil tindakan atas pemahaman terkait suatu materi pelajaran. Fungsi ini tentu akan menemui banyak kendala selama PJJ apabila orang tua tidak berupaya untuk mengambil peran disana.

3. Komunikasi dengan Guru Pengajar

Para orang tua diharapkan mampu menjadi penjembatan komunikasi antara siswa dengan gurunya. Setiap siswa dengan semua kekhasan yang dimilikinya, begitupun dengan guru yang menjalani tugas profesinya. 

Keduanya tentu memiliki "ruang kosong" yang memungkinkan terjadi tidaknya sebuah kokeksi satu sama lain. Ruang kosong itu bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan saat proses belajar secara tatap muka dilakukan. 

Namun seiring PJJ yang terjadi maka ruang kosong itu untuk sementara harus diisi oleh sesuatu yang lain. Dalam hal inilah orang tua benar-benar harus terlibat aktif untuk menjadi fasilitator pendidikan sang anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun