Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Think Like a Leader, 4 Kaidah Kepemimpinan Bintang Lima

16 Juli 2020   10:02 Diperbarui: 16 Juli 2020   10:07 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: www.huffpost.com

Seorang pemimpin memegang peranan sentral dalam kesuksesan sebuah tim dan kinerja organisasi. Capaian hebat seorang pemimpin seringkali menjadi tolok ukur seberapa bagus dirinya mengelola orang-orang di sekitarnya untuk turut terlibat dalam upaya membesarkan tim dan organisasi secara kseluruhan. 

Antara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya adalah dua hal yang saling melengkapi satu sama lain. Anggota tim yang berlatar belakang hebat tapi tidak dikomandoi pemimpin mumpuni maka tidak akan mampu meraih hasil yang memuaskan. Begitu juga seorang pemimpin tanpa keberadaan orang lain di sekitar untuk membantunya tidak akan meraih hasil apa-apa. Keduanya saling terkait dan saling membutuhkan satu sama lain.

Dalam buku The Magic of Thinking Big, David J. Schwartz menyebutkan bahwa terdapat empat prinsip atau kaidah kepemimpinan untuk menunjang sinergi dan keselarasan kinerja antara pimpinan dengan tim yang dibawahinya. 

Kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip kepemimpinan tersebut menjadi dasar bagi seorang pemimpin untuk berfikir dan selanjutnya bertindak sebagai leader yang kompeten sekaligus dicintai anggota timnya.

1. Keharusan untuk Bertukar Pikiran dengan Orang-orang yang Ingin Dipengaruhi

Dalam hal ini penting bagi sosok pemimpin untuk mampu mengambil hati orang lain, terutama orang-orang yang menjadi anggota tim atau mereka yang memiliki hubungan kepentingan dengan pemimpin tersebut. 

Langkah pertama untuk memuluskan upaya ini adalah dengan menempatkan diri kita berada pada posisi orang lain tersebut. Meletakkan sudut pandang kita serupa dengan yang orang lain miliki. Hal ini membutuhkan kemauan kita untuk menggali lebih dalam tentang situasi dan kondisi ayng dialami oleh orang lain. Berdikskusi, bertukar pikiran, dan berbicara dari hati ke hati. 

Selain itu, kita harus menempatkan diri dalam posisi setara dengan mereka. Jangan berasumsi bahwa apa yang terbaik menurut kita sudah tentu baik menurut mereka. Cobalah untuk menggunakan "bahasa" yang sama dengan orang-orang yang ingin kita pengaruhi tersebut.

Kemauan dan kemampuan kita untuk menempatkan diri pada posisi sebagai orang lain akan melahirkan sikap bijaksana serta empati terhadap kondisi yang dialami oleh orang lain. Tenggang rasa, tepo seliro, inilah kunci yang bisa melunakkan hati orang lain tanpa paksaan apapun. Semua didasari atas semangat tulus saling membantu satu sama lain.

2. Bersikap dan Bertindak Secara Manusiawi

Ada beberapa model kepemimpinan yang diadopsi oleh para pemimpin terdahulu. Ada yang mengedepankan gaya diktator, tapi ada juga yang cenderung kaku terpaku pada teori-teori manajemen lama.

Terlalu text book dan kurang fleksibel menyikapi setiap potensi perubahan dan perbedaan dengan teori kepemimpinan yang dianut. Kepemimpinan semacam ini sangat riskan menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi orang-orang yang terlibat dan terkait dengan si pemimpin. Akan terpisah jarak cukup jauh antara sang pemimpin dengan mereka yang dipimpin. Padahal koneksi erat antara keduanya amatlah dibutuhkan untuk membentuk sebuah tim yang hebat.

Seorang pemimpin hendaknya mempunya sikap memanusiawikan orang-orang yang dipimpinnya. Mereka menghargai dan menghormati orang-orang yang dipimpinnya layaknya keluarga sendiri. 

Para pemimpin ini bisanya bukan sekadar memerintah, akan tetapi mereka juga berlaku baik kepada tim yang menjadi tanggung jawabnya. Individu-individu yang berada dalam naungan pemimpin ini akan merasa guyub, dilindungi, diperhatikan secara layak, serta diberikan apresiasi yang sepadan atas kinerjanya. 

Saat ada seseorang yang berbuat salah atau kurang cakap dalam menentukan tugasnya, sang pemimpin memberikan arahan yang bisa memberi bimbingan terkait bagaimana seharusnya yang harus diperbuat oleh seorang anggota tim.

Sayogyanya memang seorang pemimpin itu bertindak mendahulukan kepentingan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Memuliakan mereka sebagai manusia seutuhnya dan memberikan petolongan terbaik saat dibutuhkan. Saat kita berbuat baik kepada orang lain, maka orang lain juga akan berbuat baik kepada kita.

3. Berfikir dan Berorientasi untuk Maju dan Terus Maju

Gagasan terpenting yang harus ada di benak setiap pemimpin hebat adalah ambisinya untuk mengupayakan perbaikan secara terus menerus. Pemimpin hebat tidak melihat sesuatu adalah yang terbaik. 

Tapi ia senantiasa melihat bahwa akan selalu ada cara untuk menjadi lebih baik. Prestasi yang sudah berhasil dimasa lalu adalah tolok ukur keberhasilan terkecil untuk meniti capaian yang jauh lebih besar. Hal ini membutuhkan standar tinggi dari seorang pemimpin yang cenderung ingin meraih kesempurnaan. 

Tentunya bukan obsesi buta yang lantas membuatnya menghalalkan segala cara dan mengabaikan sikap seorang pemimpin pada kaidah atau prinsip kepemimpinan yang lain.

Adalah penting sekali bagi seorang pemimpin untuk menjadi contoh dan teladan bagi yang lain. Kualitas terbaik yang dilakukannya akan  menulari orang-orang di sekitar untuk turut melakukan hal serupa. Kebaikan yang menular. Saat seorang pemimpin memberikan contoh betapa pentingnya menjadi visioner, maka hal itu akan turut menginspirasi orang lain untuk beraksi serupa.

4. Mengalokasikan Waktu untuk Berbincang dengan Diri Sendiri

Seorang pemimpin besar umumnya memiliki kebiasaan untuk menyendiri. Bukan demi menghindari keramaian atau menjauh dari orang lain, melainkan memberi kesempatan untuk menyelami pemahaman terhadap sesuatu secara lebih mendalam. Minimal untuk mengenal diri sendiri. Selain itu, meluangkan waktu untuk sendiri juga bermanfaat untuk berfikir jernih dalam meninjau setiap urusan. 

Terkadang kita cenderung mudah terlarut oleh keramaian sehingga setiap keputusan yang diambil pun cenderung tidak murni dari pertimbangan matang diri kita sendiri. Orang-orang hebat seperti Soekarno, Gandhi, dan Nabi Muhammad SAW memiliki kebiasaan untuk menyendiri. Dan kita yang ingin meniru kepemimpinan hebat dari orang-orang besar itu hendaknya mengikuti beberapa hal yang menjadi kebiasaan positifnya.

Pemimpin yang hebat itu bukan dilahirkan, tapi dibentuk dan diupayakan dengan mendasarkannya pada beberapa prinsip kepemimpinan yang sudah terbukti ampuh dimasa lampau. 

Siapa yang tidak mau berada dalam naungan pemimpin kharismatik? Siapa yang tidak ingin menjadi pemimpin yang dicintai pengikutnya? 

Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa tidak mungkin semua orang menyukai kita, tapi setidaknya kita sudah berupaya untuk menjadi versi terbaik diri kita sebagai seorang pemimpin. Biarpun bukan dalam kapasitas memimpin suatu komunitas besar, minimal kita menjadi pemimpin atas diri kita dan juga keluarga kita. 

Suasana yang dihadirkan oleh para pemimpin dengan sikap-sikap semacam ini akan menciptakan suasana nyaman, senyaman saat kita berada di hotel bintang lima. Bukankah terasa menyenangkan tatkala kita berada dalam suasana harmoni ketika kepemimpinan yang ada bisa menaungi kita serta menghadirkan suasana penuh kehangatan?

Salam hangat,

Agil S Habib 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun