Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anies Ingin Bilang, "Pemerintah Pusat Sembrono Tangani Covid-19"?

9 Mei 2020   07:10 Diperbarui: 9 Mei 2020   07:10 2248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan dan Presiden Jokowi | Sumber gambar : kronologi.id

Ketidakkompakan terlihat begitu mencolok terjadi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah DKI Jakarta terkait upaya penanganan COVID-19 di kawasan ibu kota. Sudah berkali-kali silang pandangan terjadi antara kedua belah pihak perihal kebijakan-kebijakan penanggulangan COVID-19. Ketidaksetujuan pemerintah pusat terkait usulan pemberlakuan karantina wilayah (lockdown) oleh pemerintah daerah DKI Jakarta adalah cerita lama yang sudah umum diketahui. Pun demikian juga dengan pembatasan transportasi publik di kawasan Jakarta yang sempat diberlakukan pemerintah DKI Jakarta dan lantas dianulir oleh pemerintah pusat.

Belakangan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali mendapat "serangan" bertubi-tubi dari para "anak buah" Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) untuk meringankan efek pandemi COVID-19. Permasalahannya mulai dari klaim ketidaksinkronan data pemerintah pusat dan daerah perihal siapa saja yang layak menerima bantuan hingga terkait kecukupan anggaran dana bansos. Muhadjir Effendy, Sri Mulyani, hingga Luhut Pandjaitan merupakan beberapa menteri yang ditengarai "mewakili" ketidaksepahaman langkah dengan Gubernur Anies Baswedan.

Muhadjir Effendy bahkan mengaku sempat bersitegang dengan Anies Baswedan terkait pencocokan data penerima bansos. Sedangkan Sri Mulyani menyebut bahwa DKI Jakarta tidak memiliki cukup anggaran untuk menyalurkan bansos sehingga bansos sepenuhnya akan di-cover oleh pemerintah pusat.

Pernyataan Sri Mulyani ini kemudian ditanggapi Anies bahwa DKI Jakarta sebenarnya sudah mendahului pemerintah dalam menyalurkan bansos. Mereka membagikan bansos pada 9 April 2020 atau sehari sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta dilakukan. Sedangkan pemerintah baru mendistribusikan bansos mulai 20 April 2020.

Anies menyebut bahwa bansos yang diberikan pemerintah DKI Jakarta pada tanggal 9 April 2020 itu dilakukan untuk mengisi kekosongan sebelum dilakukannya disitrbusi bansos oleh pemerintah pusat. Dengan kata lain, Anies seolah ingin mengatakan bahwa pemerintah terlambat dalam mengucurkan bantuan kepada masyarakat miskin dan rentan miskin selama pandemi melanda Indonesia khususnya DKI Jakarta.

Anies Baswedan mungkin tergolong sebagai salah satu kepala daerah yang cukup tanggap dalam menangani pandemi COVID-19 di Indonesia. Bahkan sejak virus corona diklaim belum masuk ke Indonesia pada Januari 2020 lalu, Anies sudah mengupayakan melakukan pengujian guna mendeteksi keberadaan virus corona. Namun langkah itu disebutnya tidak mendapatkan izin dari pemerintah.

Januari, itu artinya hampir dua bulan dari "pengakuan" pemerintah pusat saat mengumumkan kasus infeksi pertama COVID-19 pada 2 Maret 2020. Padahal menurut Anies sebenarnya pemerintah mungkin saja harus mengumumkan kasus tersebut lebih cepat, terlebih ia memang sudah menduganya cukup lama.

Melihat pemberitaan yang beredar belakangan ini, terutama terkait ketidaksepahaman pemerintah pusat dengan pemerintah daerah DKI Jakarta, Gubernur Anies Baswedan seperti ingin mengatakan kalau pemerintah pusat itu lamban dalam menangani pandemi COVID-19 di Indonesia. Kasus yang semestinya bisa diantisipasi sejak jauh-jauh hari baru ditanggapi secara tegas beberapa bulan kemudian. Sedangkan pada saat yang sama negara-negara tetangga sudah sibuk sedemikian rupa mengantisipasi persebaran yang makin meluas.

Saat semua sudah terlambat, bukannya mengambil langkah sigap dan tegas malah cenderung mengambil tindakan "aman" dan "menyimpang" dari protokol kesehatan. Bukan lockdown, tapi PSBB. Dan kini saat persebaran COVID-19 masih tinggi, klaim penurunan kasus mulai dinarasikan oleh pemerintah pusat. Bahkan mereka sudah memperkirakan pandemi akan mereda di bulan Juli 2020.

Hal itulah yang lantas mendasari opsi dimajukannya kembali hari libur lebaran yang sebelumnya sudah dimundurkan ke Desember 2020 untuk dimajukan kembali pada bulan Juli 2020. Hal ini disangkal oleh Anies Baswedan bahwa infeksi COVID-19 di Indonesia, terutama di Jakarta, belum menunjukkan tanda-tanda melandai. Menurutnya, seharusnya pemerintah pusat lebih memperhatikan data terkait situasi saat ini. Kebijakan harus didasarkan pada data agar tidak sampai salah langkah.

Melakukan klaim sepihak tanpa meninjau ulang data hingga berujung pada kebijakan yang salah adalah sebuah tindakan yang sembrono. Jika akhirnya situasi diputuskan normal pada Juli 2020, dan warga diizinkan untuk mudik, padahal kasus terinfeksi sebenarnya masih jauh dari mereda maka hal itu bisa menyebabkan terjadinya lonjakan kasus. Bukan tidak mungkin hal itu justru membuat kita harus memulai langkah penanganan dari awal lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun