Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Pool-Test" ala Hafidz, Solusi Efisien Penanganan Covid-19 di Indonesia

25 April 2020   10:47 Diperbarui: 25 April 2020   10:59 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pool Test System gagasan Hafidz | Sumber gambar : www.disway.id

Tes, tes, dan tes, dan tes lagi. Semakin banyak dan semakin luas tes pengujian COVID-19 dilakukan akan semakin baik. Inilah kelemahan besar kita (Indonesia) selama ini. Pengujian terkait penduduk yang positif atau negatif COVID-19 masih relatif terbatas. 

Selain karena keterbatasan jumlah alat, biaya yang dibutuhkan untuk melakukan tes juga tidak murah. Menurut pemberitaan kompas.com per orang saja biaya untuk tes swab bisa mencapai Rp 1.675.000. Mengutip dari laman disway.id, untuk tes swab satu Kota Jakarta saja biaya yang diperlukan mencapai Rp 12 triliun. Bukan angka yang kecil tentunya.

Sejauh ini di Indonesia jumlah terkonfirmasi terinfeksi virus corona COVID-19 sudah tembus 7.000 dan hampir mencapai 8.000 kasus. Padahal beberapa waktu yang lalu saja sebagian pakar masih meragukan angka yang besar ini terkait kemungkinan masih banyaknya orang terinfeksi diluar sana yang belum terdeteksi. Ada yang menyebut angka puluhan ribu, sebagian yang lain menyebutkan ratusan ribu, dan sebagainya. 

Angka terinfeksi COVID-19 di Indonesia per 24 April 2020 yang terkonfirmasi adalah sebanyak 7.775 kasus, dengan 960 diantaranya dinyatakan sembuh, dan 647 orang meninggal dunia. Belum mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu memang. 

Apakah informasinya salah? Belum tentu juga. Data yang disampaikan oleh gugus tugas adalah data "terkonfirmasi" saja. Sehingga mungkin memang masih banyak lagi di luar sana orang yang tidak terkonfirmasi tapi menjadi bagian dari mereka yang terinfeksi COVID-19. 

Kita masih belum mampu mengakomodasi seluruh penduduk untuk mengetahui status kesehatannya terkait COVID-19 karena memang tes yang dilakukan terbatas dan bertahap. Sedikit demi sedikit. Dan memang biaya yang diperlukan cukup besar untuk melakukan tes semacam ini.

Jikalau ada sebuah metode yang mampu mereduksi secara siginifikan biaya terkait pengujian tes COVID-19 maka semestinya hal itu menjadi kabar baik bagi kita semua. Semakin murah biaya tes, maka akan memperbesar peluang tes dilakukan untuk sejumlah besar penduduk. Sedangkan salah satu kunci untuk menangani COVID-19 saat ini adalah pengujian secara luas dan efektif. 

Tujuannya adalah mengetahui sebanyak mungkin status kondisi kesehatan warga negara apakah terinfeksi virus atau tidak secara cepat dan tepat. Jikalau terinfeksi, maka langkah penanggulangan bisa sesegera mungkin dilakukan. Lebih cepat diketahui akan lebih baik karena hal itu juga turut akan berimbas pada pengeluaran kebijakan selanjutnya. Seperti terkait perlunya aturan social distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), atau bahkan lockdown. Semua bermula dari sini.

Apa Itu "Pool Test Covid-19"?

Pool test COVID-19 yang digagas oleh Hafidz Ary Nurhadi, seorang ahli elektro lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), adalah berkaitan dengan mekanisme pengujian tes COVID-19 yang berbeda dibandingkan tes swab yang mahal itu. Mekanisme dalam tes swab meliputi proses pengambilan mukus yang kemudian dimasukkan ke dalam VTM. 

Di sini diperlukan biaya untuk alat pengambil mukus. Harganya sebenarnya murah, tapi setiap sampel mukus itu harus dimasukkan kedalam VTM. Satu sampel mukus satu VTM. 

Di sinilah masalah pertamanya. Harga VTM (katanya) mahal. Meski belum jelas berapa nominal yang disebut mahal itu. Satu orang satu VTM. Satu kampung berapa VTM? Satu Kota? Satu Provinsi? Satu negara? Entah berapa besar jumlahnya. 

Kemudian mukus yang sudah bercampur VTM dimasukkan ke reagen. Harga reagen juga tidak murah. Dan itu juga diperuntukkan bagi satu orang. Sehingga tidak mengherankan kalau disebut-sebut harga untuk melakukan satu tes swab ini bisa mencapai Rp 1.675.000 per orang. Lalu bagaimana solusinya?

Hafidz mengutarakan gagasan agar tes dilakukan per lokasi besar. Misalnya Pulau Jawa, Pulau Sumatra, Kalimantan, dan sebagainya. Bisa juga dilakukan untuk kategori lokasi per satu kabupaten, satu provinsi, dan sejenisnya. Dengan syarat dilakukan karantina terlebih dahulu dengan batas wilayah tersebut selama jangka waktu uji COVID-19 dilakukan. 

Dalam paparannya di laman disway.id, Dahlan Iskan menyampaikan bahwa setiap orang dalam wilayah uji harus diambil sampel mukusnya. Dua sampel untuk sekali pengambilan. Tidak ada penambahan biaya ataupun alat untuk pengambilan dua sampel mukus ini. Bagi setiap lokasi kedalam gugus terkecil mereka, satu RT misalnya. 

Setiap RT menjadi pool terkecil. Mukus semua warga RT tersebut kemudian diambil bersama-sama. Dijadikan satu. Dan, disinilah perbedaannya dengan uji COVID-19 biasa, mukus orang satu RT itu dimasukkan kedalam satu VTM saja. Dan selanjutnya dimasukkan kedalam satu reagen saja.  Satu RT, satu VTM, satu reagen. Jumlah orang dalam satu RT bisa mencapai 100 atau bahkan 200 orang. Adakah efisiensi biaya disini?

Kalau hasilnya negatif, satu RT negatif semua. Uji COVID-19 "rapelan", dilakukan sekaligus tapi bisa mengetahui kondisi kesehatan warga dengan lebih cepat. Langkah serupa dilakukan untuk RT lainnya. Jika seluruh RT dalam satu kecamatan negatif, maka kecamatan tersebut bebas COVID-19. Demikian juga untuk skala yang lebih luas lagi. 

Lalu bagaimana jika hasilnya di salah satu atau beberapa RT positif? Di sinilah fungsi sampel mukus kedua berperan. Lakukan uji covid pada sampel mukus itu satu per satu atau individual, seperti halnya uji swab biasa. Apakah harganya tidak sama mahalnya? Tetap lebih murah. Karena hampir tidak mungkin semua RT akan mengalami hasil pengujian positif. Yang artinya tidak semua RT perlu melakukan uji individual. Hanya RT "positif" saja yang perlu melakukan uji COVID-19 individual untuk mengetahui siapa-siapa warga yang benar-benar positif COVID-19. 

Apabila dalam satu provinsi diketahui kabupaten mana yang terdata positif dari pool test, maka disana diperinci lagi di kecamatan mana, kemudian di desa mana, kemudian di RT mana. Disini kita akan mengetahui siapa saja yang memang perlu diisolasi dan siapa saja yang tidak. Melalui pool test ala Hafidz ini mungkin PSBB tidak perlu dilakukan, apalagi lockdown. 

Bahkan Social distancing pun tidak dibutuhkan, karena hanya mereka yang berstatus positif saja yang diisolasi. Mungkin satu pertanyaan yang mesti dicari jawabannya adalah, apakah menyatukan mukus satu RT tidak mempengaruhi validitas hasil pengujian? Disinilah pentingnya menguji coba.

Sebuah gagasan yang brilian. Apakah sudah diterapkan? Sejauh ini ide hebat ini masih belum dilirik apalagi diterapkan di Indonesia. Tulisan ini dimaksudkan untuk membantu menyebarluaskan informasi ini agar semakin banyak yang tahu potensi manfaat dari pool test ala Hafidz. Termasuk harapan agar para pemangku kebijakan, termasuk Presiden, bisa mengetahui hal ini. Dan diimplementasikan. Semoga gagasan besar ini turut memberikan sumbangsih dalam upaya menangkal COVID-19 di Indonesia.

Salam hangat,

Agil S Habib 

Refferensi:
[1]; [2]; [3]; [4]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun