Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Self Distancing" dan Kesempatan "Muhasabah" Diri

21 Maret 2020   06:53 Diperbarui: 21 Maret 2020   06:46 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi muhasabah diri | Sumber gambar : www.nusantaramengaji.com

Virus corona atau covid-19 masih terus "melanjutkan" persebarannya. Berdasarkan rilis resmi terbaru, jumlah korban terinfeksi virus ini per kemarin (20/03) adalah sebanyak 369 orang. 

Dengan 17 diantaranya sudah dinyatakan sembuh dan 32 orang meninggal dunia. Masyarakat dianjurkan untuk menghindari pusat kerumunan agar meminimalisir risiko tertular. Self distancing adalah upaya yang tengah digalakkan agar masyarakat lebih membatasi mobilitasnya di ruang publik. 

Menyibukkan diri di rumah bersama keluarga mungkin menjadi opsi mayoritas untuk dipilih. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah. Demikian tagline yang dikumandangkan oleh pemerintah.

Namun terkait self distancing sendiri sebenarnya hal itu merupakan kesempatan besar bagi kita untuk melihat lagi perjalanan hidup kita selama ini. Beberapa waktu terkahir ini mungkin kita sudah sangat sibuk dengan segala rutinitas hingga mengabaikan cukup banyak hal penting disisi lain kehidupan kita. 

Barangkali kita tidak cukup dekat dengan sanak keluarga, barangkali kita terpisah jarak dengan tetangga sekitar rumah, dan barangkali kita juga lupa untuk merenungi jejak perjalanan hidup kita selama ini. 

Sudah berapa banyak kesalahan yang kita perbuat? Sudah berapa kali kita mengecewakan orang-orang terkasih? Bahkan sudah seberapa siap kita menyongsong sisi kehidupan "nonmateri" kita? Semua pertanyaan itu bisa jadi tidak terlintas samasekali di benak kita selama ini. 

Ambisi kita, impian kita, visi kita telah membuat kita menanggalkan hal-hal lain. Kita hampir selalu "tancap gas" di kehidupan yang semakin cepat ini. Padahal itu semua sebenarnya meninggalkan "kekosongan" dalam benak kita yang entah disadari atau tidak.

Kita perlu untuk ber-muhasabah atau melakukan evaluasi diri. Merenungi jejak perjalanan hidup kita selama ini. Apakah kita sudah cukup baik menjalani kehidupan kita selama ini atau tidak. Apakah kita sudah memahami esensi keberadaan kita selama ini atau belum. 

Fitrah kita sebagai seorang hamba yang mengabdi kepada-Nya apakah telah kita tunaikan dengan baik? Ada banyak sekali pertanyaan jikalau kita mau menyempatkan diri berdialog dengan diri kita sendiri. 

Sesuatu yang teramat jarang untuk dilakukan. Bukan tidak mungkin keberadaan virus corona ini merupakan bagian dari rencana-Nya agar kita semua kembali ingat tentang mengapa dan untuk apa kita dimaksudkan hidup di dunia ini. 

Dalam keyakinan seorang muslim, "Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan HANYA untuk beribadah kepada-Ku.". Apakah kita sudah mengerti maksud dari "pernyataan" ini?

Jangan-jangan selama ini kita memahami kehidupan hanya sebatas untuk bertahan hidup, untuk makan, untuk membeli barang-barang mewah, untuk menikah dengan puajaan hati, untuk menjadi kaya raya, dan lain sebagainya. Kehidupan kita jauh lebih bermakna ketimbang itu semua. Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia yang lain. 

Dalam hal ini kita harus mengapresiasi betul pekerjaan orang-orang yang dimaksudkan untuk kemasalahatan orang lain. Dokter yang mengupayakan kesembuhan bagi pasiennya, guru yang mendidik murid-muridnya, polisi yang mengupayakan ketertiban bagi masyarakat, pekerja yang menafkahi keluarganya, petani yang menyiapkan bahan makanan untuk masyarakat, pengacara yang membela keadilan hukum, dan lain sebagainya. Apakah selama ini kita sudah memaknai profesi kita sebagai "ladang" ibadah kita untuk mengabdi kepada-Nya?

Terkadang mengingatkan seseorang itu tidak cukup dilakukan dengan cara yang halus. Sebuah cara "kasar" kadang diperlukan  untuk membuat seseorang bergegas mengevaluasi tindakannya. 

Bukan hanya nasihat halus yang diberikan para orang tua untuk mendidik putra-putrinya. Adakalanya orang tua bertindak "keras" kepada anaknya supaya mereka tidak menganggap remeh sesuatu hal. 

Mungkin covid-19 adalah salah satu cara Sang Pencipta mengingatkan kita perihal sikap, perilaku, dan pandangan kita selama ini. Kiranya kita harus memahami bahwa ada sesuatu yang mesti kita perbaiki di kehidupan ini. Apa itu? Kita sendiri yang harus mencari tahu jawabannya.

 

Salam hangat,

Agil S Habib 

Refferensi :

[1]; [2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun