Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPK "Rasa Baru" Tak Sekadar Numpang Lewat, 2 OTT dalam 2 Hari Dilakukan

9 Januari 2020   07:07 Diperbarui: 14 Januari 2020   18:23 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Sidoarjo Saful Ilah yang terjaring OTT KPK beberapa waktu lalu | Sumber gambar : nasional.kompas.com

Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca pengesahan Revisi Undang-Undang KPK dikhawatirkan banyak pihak akan melempem dan tumpul dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Posisi KPK yang berada dibawah kendali presiden, keberadaan dewan pengawas KPK, hingga status Pegawai Negeri Sipil (PNS) pegawai KPK dianggap mengganggu independensi kinerja komisi ini. Belum lagi terkait sosok-sosok baru pengisi pos pimpinan KPK yang masih diragukan kemampuannya oleh beberapa kalangan.

Salah satunya terkait keberadaan Firli Bahuri yang berlatar polisi aktif sehingga berpotensi mengganggu independensi KPK dalam melakukan tugasnya. Akan tetapi komisi anti rasuah itu sepertinya ingin menjawab bahwa semua kekhawatiran publik  tidaklah beralasan.

Buktinya, hanya dalam waktu 2 hari KPK "rasa baru" mampu melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan ditangkap pada periode 7 -- 8 Januari 2020 ini.

Para pimpinan KPK seolah ingin mengatakan bahwa mereka tidak sekadar numpang lewat dalam menjalani tugas dan tanggung jawabnya sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia.

KPK memang ditengarai bakal mengalami kemunduran kinerja seiring pengesahan Revisi UU KPK September 2019 lalu. Kala itu para aktivis anti korupsi, mahasiswa, hingga aliansi masyarakat menolak keras dilakukannya revisi UU KPK dan menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) guna "membatalkan" revisi UU KPK tersebut meski kemudian hal itu ditolak oleh presiden.

Perlahan tapi pasti aksi penolakan terkait revisi UU KPK seperti memudar dan tenggelam oleh pamor peristiwa lain seperti kasus Jiwasraya, banjir Jakarta, konflik Natuna, hingga Reynhard Sinaga.

Hanya saja kekhawatiran terkait melemahnya kinerja KPK tidak bisa dipungkiri masih membekas didalam diri para penolak revisi UU KPK tersebut. Kekhawatiran itu tidak akan pernah hilang sampai KPK benar-benar bisa menunjukkan kinerja yang sebaik ketika institusi itu masih berbasiskan UU yang lama atau bahkan melebihinya.

Kinerja KPK

Sebenarnya parameter kinerja KPK itu menyisakan dilema tersendiri. Pada satu sisi mereka harus mampu mengungkap sebanyak mungkin kasus korupsi di segenap lembaga negeri ini yang artinya hal itu menuntut banyaknya aksi penangkapan para koruptor baik melalui OTT ataupun yang lain.

Akan tetapi dengan semakin banyaknya koruptor yang ditangkap hal itu juga mengindikasikan bahwa aktivitas korupsi masih terus membudaya. Padahal keberadaan KPK juga dimaksudkan untuk melakukan tindakan preventif atau pencegahan agar budaya korupsi tidak terus menjalar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun