Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nak, Menangislah demi Matamu!

9 April 2019   07:57 Diperbarui: 9 April 2019   08:35 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangisan si kecil terkadang diperlukan demi kebaikannya sendiri (Ilustrasi gambar : malesbanget.com)

Saat youtube atau game diputar ia ikut menggerakkan tubuhnya mengikuti irama lagu atau berceloteh lucu seolah-olah ingin berkata, "Ini bagus, Yah!", "Ini lucu, Yah!", "Adik sedang lihat video-video ini, Yah!". 

Tidak bisa dipungkiri bahwa itulah salah satu momen paling berharga tatkala bersama buah hati. Melihat tawa dan senyumannya yang begitu tulus dan meneduhkan.

Dibalik kesenangan yang dilihat anak saya, jujur sebenarnya ada kekhawatiran terkait apa yang ia lakukan dengan smarphone. Pandangannya begitu terfokus melihat layar smartphone. 

Bahkan untuk berkedip saja bisa dhititung jumlahnya dengan jari. Bagaimana kalau nanti matanya bermasalah? Bagaimana jika dimasa kecilnya ia harus memaka kacamata? Bagaimana jika penglihatannya terganggu? Pertanyaan penuh kekhawatiran itulah yang beberapa kali melintas di pikiran saya. 

Dengan berat hati saya mencoba untuk mengambil smartphone yang dipakai si kecil. Dengan halus saya tarik perangkat pintar itu. Pelan-pelan berharap ia tidak menyadarinya. Tapi,,,, aaaaaa! Jeritan kecil keluar dari mulutnya. Pertanda bahwa ia tidak sedang dengan apa yang saya lakukan. 

Hatinya tidak sudi mainan yang tengah asyik disaksikannya harus diambil. Mau tidak mau saya mencoba untuk mengalah. Sebentar membiarkan smartphone itu dimainkannya kembali sambil sesekali berbicara kepadanya, membujuknya agar menurunkan minat serta antusiasmenya memainkan perangkat pintar tersebut. 


Buruk rayu dan iming-iming mainan lain beberapa kali ditolaknya. Si kecil masih saja asyik dengan smartphone bersama tontonan kesayangannya.

Hampir satu jam berlalu waktu dihabiskan si kecil untuk menikmati tayangan lagu anak-anak, kartun, dan lain-lain di layar smarphone. "Mau sampai kapan kamu mau mainin HP terus, Nak?", batik saya. Melihat si kecil masih terus asyik, ibunya geger dan memintanya untuk menyudahi aktivitasnya memainkan smartphone. 

"Udah Nak main hape-nya! Kasian mata kamu itu.". Namanya anak kecil, ucapan ibunya seperti tidak digubris. Kondisi ini saya anggap tidak bisa diteruskan. Jangan sampai si kecil kecanduan gadget dan lantas melupakan hal-hal lain. 

Dengan sedikit mengabaikan konsekuensi tangisan akan terjadi, saya "memaksa" untuk mengambil smartphone itu dari genggaman tangan mungilnya. Tangisannya pecah. 

Tidak jarang ia menggulingkan tubuhnya seolah ingin memprotes tindakan yang saya lakukan. "Biarlah kamu menangis, Nak. Asalkan kamu tidak sampai terjebak ke dalam efek negatif penggunaan smartphone yang berlebihan.", "Menangislah Nak. Agar matamu tidak sampai mengalami masalah akibat smartphone.". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun