Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Gede" Gaya Mati Rasa

4 April 2019   07:59 Diperbarui: 4 April 2019   08:02 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penampilan seseorang sering dianggap sebagai representasi utuh dari pribadi orang tersebut. Pakaian trendi, dandanan necis nan rapi, kendaraan tipe baru, dan berselera tinggi dalam fashion seringkali dijadikan acuan dalam memberikan penilaian. 

Mereka yang berpakaian trendi atau bergaya necis dianggap sebagai pribadi gaul, mengikuti perkembangan zaman, atau menjadi bagian dari komunitas sosialita. Akan tetapi hal itu justru membuat seseorang bersikap untuk lebih mengutamakan tampilan luar dirinya saja. 

Yang penting terlihat keren, yang penting tampak gaul dan tidak ketinggalan zaman, yang penting tidak mati gaya. Tak peduli untuk memodali gaya tersebut harus melalui cara berhutang atau mengorbankan jatah makan sekalipun.

Entah ini adalah sebuah budaya ataukah karena tuntutan zaman sehingga sebagian orang begitu mengutamakan penampilan dirinya dihadapan orang lain. Sebenarnya seseorang bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan kendaraan tipe lama, atau memakai stock baju lama yang sudah tersedia. 

Namun sebagain orang lebih memilih untuk membeli dan membeli kembali baju baru. Mungkin mereka mendefinisikan bahwa mengikuti perkembangan zaman adalah membeli baju model baru. 

Begitupun dengan orang-orang yang bela-belain membeli sepeda motor keluaran model terbaru meski sebenarnya hal itu tidak mendesak dibutuhkan. Meski anggaran yang ada bukan dari kantong pribadi, tidak masalah meskipun berhutang asalkan kendaraan baru didapatkan. 

Mempunyai sejumlah uang yang cukup untuk membeli mobil second kualitas bagus, namun lebih memilih untuk mendapatkan mobil baru dengan cara kredit. "Enggak ah kalau hanya beli mobil second. Gak keren." 

Bisa mengenakan pakaian "warisan" dari sanak kerabat, tapi lebih memilih untuk membeli pakaian baru saja dengan alasan malu lah, ketinggalan zaman lah, dan sebagainya. 

Padahal untuk membeli pakaina baru itu belum tentu finansial yang ada bisa mencukupi. Akhirnya, membeli kredit dengan tempo beberapa bulan. Mungkin fasilitas jual beli secara kredit telah begitu memanjakan kita dan berkontribusi besar terhadap kecenderungan seseorang untuk mendapatkan barang baru daripada memberdayakan barang lama yang sudah ada. 

Lebih dari itu semua, satu hal yang paling harus dikhawatirkan disini adalah tentang matinya rasa malu, matinya rasa prihatin, dan matinya rasa kebercukupan terhadap sesuatu yang kita miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun