Peran Negara dan Regulator
Meski perusahaan memegang peran besar, tanggung jawab tidak berhenti di tingkat organisasi. Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, OJK, dan Bank Indonesia, perlu hadir untuk memastikan regulasi dan perlindungan yang adaptif terhadap kebutuhan generasi kerja baru. Ini mencakup:
- Pengawasan terhadap praktik pinjaman digital yang eksploitatif.
- Integrasi literasi finansial ke dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan kerja.
- Insentif fiskal bagi perusahaan yang menjalankan program kesejahteraan finansial karyawan secara sistemik.
Kebijakan lintas sektor yang berorientasi pada people-centric strategy sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem kerja yang sehat dan berkelanjutan.
Kolaborasi Lintas Fungsi dalam Perusahaan
 Agar program kesejahteraan finansial berjalan efektif, pendekatan SHRM menekankan pentingnya kolaborasi lintas departemen, seperti antara HR, keuangan, legal, dan corporate communication. HR tidak dapat bekerja sendiri; tim keuangan perlu memberikan insight terkait skema gaji dan manajemen benefit, sementara tim komunikasi memainkan peran penting dalam menyosialisasikan program dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh Gen Z. Dengan pendekatan kolaboratif, perusahaan dapat merancang kebijakan finansial yang komprehensif, adaptif, dan responsif terhadap kebutuhan nyata karyawan muda.
Penguatan Data-Driven HR dalam Pengambilan Keputusan
 Dalam era digital, perusahaan perlu memanfaatkan data untuk mendesain dan mengevaluasi efektivitas program kesejahteraan finansial. Pendekatan people analytics memungkinkan HR mengidentifikasi korelasi antara stres finansial dan indikator kinerja seperti absenteeism, engagement score, dan turnover rate. Selain itu, survei kebutuhan internal secara berkala membantu perusahaan untuk menyesuaikan program dengan dinamika yang terus berubah. SHRM dalam konteks ini tidak lagi bersifat reaktif, tetapi proaktif dan berbasis bukti (evidence-based HR).
Inklusivitas dan Aksesibilitas sebagai Prinsip Desain Program
 Praktik SHRM juga menekankan pentingnya desain program yang inklusif dan mudah diakses oleh semua karyawan, termasuk mereka yang bekerja secara hybrid, remote, atau di level operasional. Program literasi keuangan, misalnya, harus disediakan dalam berbagai format (online, offline, interaktif) dan mempertimbangkan perbedaan gaya belajar antar individu. Di sinilah pentingnya mengintegrasikan prinsip equity dan aksesibilitas ke dalam strategi SDM agar semua karyawan merasa dilibatkan dan terfasilitasi secara adil.
Membangun Budaya Finansial Sehat sebagai Bagian dari Budaya Organisasi
Lebih dari sekadar program, SHRM mendorong pembangunan culture of financial wellbeing sebagai bagian dari budaya organisasi. Ini dapat dimulai dari kepemimpinan yang memberi teladan dalam pengelolaan keuangan, transparansi dalam struktur benefit, hingga normalisasi diskusi tentang keuangan pribadi di tempat kerja tanpa stigma. Budaya ini akan memperkuat engagement dan psychological safety, dua elemen penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan berkelanjutan di era kerja modern.Â
Penutup
Kesejahteraan finansial bukan hanya isu personal, tetapi juga isu strategis dalam manajemen sumber daya manusia modern. Gen Z, sebagai generasi pekerja yang akan mendominasi pasar tenaga kerja dalam satu dekade ke depan, memerlukan pendekatan baru dalam tata kelola organisasi. Di sinilah peran SHRM menjadi sangat relevan yaitu mengelola manusia bukan hanya sebagai tenaga kerja, tetapi sebagai mitra strategis dalam pencapaian visi organisasi.
Dengan menjadikan financial wellness sebagai bagian integral dari strategi SDM, organisasi tidak hanya menciptakan tempat kerja yang lebih manusiawi, tetapi juga membangun fondasi daya saing jangka panjang yang kokoh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI