Mohon tunggu...
Ageng Priyanto Age
Ageng Priyanto Age Mohon Tunggu... Outdoor Educator

Praktisi Pendidikan dan Parenting, Founder Jejak Anak, Penulis Buku Jejak Anak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

STOIK Inside, Remaja Tangguh Menghadapi Konflik Tanpa Drama

29 Juli 2025   15:21 Diperbarui: 29 Juli 2025   15:31 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan remaja terutama GenZ yang dinamis dan penuh dengan tekanan sosial dari komentar teman, konflik di organisasi sekolah, bahkan hingga drama di grup chat, sikap "STOIK" sering disalahpahami sebagai sikap dingin atau apatis. Padahal, Stoikisme justru mengajarkan untuk mengenali emosi secara sadar, mengelolanya dengan bijak, dan memilih respons yang selaras dengan nilai-nilai diri. Ini bukan tentang mematikan perasaan, tapi tentang mengambil jeda untuk merespons secara dewasa dan penuh kendali terhadap apa yang dirasa dan dilihat.

Ada tiga prinsip utama dalam Stoikisme yang sangat relevan bagi remaja masa kini :

  • Pertama, prinsip untuk hanya mengendalikan hal yang memang bisa dikendalikan. Sikap orang lain, komentar yang menjatuhkan, atau drama sosial bukanlah hal yang sepenuhnya bisa kita kontrol. Namun, bagaimana kita merespons semua itu dengan marah, acuh, atau bijak dan itu ada sepenuhnya dalam kuasa kita.
  • Kedua, Stoikisme mendorong hidup berdasarkan nilai kebajikan, seperti keberanian dalam menghadapi tekanan, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, keadilan dalam memperlakukan orang lain, serta pengendalian diri agar tidak larut dalam emosi negatif.
  • Ketiga, remaja diajak untuk lentur terhadap perubahan. Tantangan seperti tugas menumpuk atau masalah organisasi bisa dilihat sebagai momen untuk melatih ketahanan mental dan kemampuan beradaptasi.

Untuk mulai menerapkan sikap stoik, remaja bisa melakukan praktik-praktik kecil sehari-hari. Di pagi hari, mereka bisa menulis satu hal yang tidak bisa dikontrol hari itu, misalnya cuaca buruk atau sikap orang lain dan satu hal yang bisa dilakukan dengan sadar dan positif. Malam harinya, remaja dapat merenungkan pemicu emosi yang dirasakan hari itu dan bagaimana respon yang diambil. Dari sana, mereka belajar bagaimana bisa merespons dengan lebih bijak untuk di hari berikutnya.

Seperti yang dikatakan oleh Marcus Aurelius, salah satu tokoh besar Stoikisme: "Anda punya kuasa atas pikiran, bukan kejadian di luar diri. Sadari ini, dan kamu akan menemukan kekuatan." Kutipan ini menekankan bahwa kekuatan sejati kita berada pada cara kita berpikir dan bertindak, bukan pada usaha untuk mengendalikan dunia di luar diri.

Kesimpulannya, sikap stoik bukanlah bentuk pelarian dari emosi, melainkan jalan untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Dengan sikap tenang, tegas, dan kuat dalam nilai, remaja bisa lebih bijak menghadapi dinamika sosial dan emosional di masa pertumbuhan mereka.

Ageng Priyanto Age
Outdoor Educator, Penulis Buku "Jejak Anak", Founder Jejak Anak Institute

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun