Dengan menggunakan diksi "berdamai", Jokowi  sepertinya memberi sinyal akan adanya pelonggaran PSBB. Dan ternyata benar. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengumumkan bahwa mulai 7 Mei 2020 semua moda angkutan, udara, kereta api, laut, bus, dapat kembali beroperasi dengan tetap menaati protokol kesehatan.
Pembukaan moda transportasi ini bersifat sporadis dan tanpa perhitungan. Buktinya, di bandara Soekarno-Hatta terjadi penumpukan penumpang karena ribetnya birokrasi bagi calon penumpang yang akan terbang. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi, seperti harus ada surat tugas, harus ada keterangan bebas Covid-19, dan harus mengisi beberapa lembar formulir.
Pelonggaran PSBB makin kentara setelah pada Senin, 11 Mei 2020, Kepala BNPB yang juga Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo menginformasikan bahwa pemerintah mempersilahkan masyarakat berusia 45 tahun ke bawah untuk beraktivitas kembali. Tujuannya adalah, agar ada peningkatan aktivitas sosial dan ekonomi. Perusahaan juga bisa kembali beroperasi, sehingga diharapkan dapat meredam terjadinya PHK.
Mengapa hanya kelompok 45 tahun ke bawah yang diberikan kesempatan untuk beraktivitas kembali? Karena mereka dianggap memiliki kerentanan yang rendah terhadap Covid-19. Kalaupun terpapar virus, kelompok ini tidak gampang jatuh sakit. Kelompok ini, secara fisik sehat, mereka punya mobilitas yang tinggi. Kalaupun terpapar, mereka belum tentu sakit.
Sejumlah keputusan yang diambil dalam beberapa hari terakhir itu menunjukkan betapa gundahnya pemerintah dalam menangani Covid-19. Pemerintah benar-benar menghadapi persoalan yang teramat sangat dilematis. Seperti makan buah simalakama. Apakah ini tanda-tanda bahwa pemerintah sudah putus asa dalam menangani pandemi virus Corona di Tanah Air?