Mohon tunggu...
Agus Afriyal
Agus Afriyal Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hallo

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tugas Hukum Perdata Islam

23 April 2025   10:37 Diperbarui: 23 April 2025   10:37 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1. Kewajiban Ahli Waris terhadap Pewaris yang Telah Meninggal Dunia

Dalam konteks hukum Islam maupun hukum yang berlaku di Indonesia, kewajiban seorang ahli waris tidak semata-mata terbatas pada pembagian harta peninggalan pewaris. Sebaliknya, tanggung jawab tersebut dimulai sejak detik pertama pewaris meninggal dunia. Berdasarkan ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 175, para ahli waris wajib menjalankan serangkaian tugas yang memiliki dimensi keagamaan, kemanusiaan, dan hukum. Pertama-tama, mereka harus memastikan bahwa jenazah pewaris diurus secara layak dan sesuai syariat, mulai dari memandikan, mengkafani, menyolatkan, hingga menguburkannya. Setelah pemakaman selesai, kewajiban selanjutnya adalah menyelesaikan semua bentuk utang-utang pewaris, termasuk di dalamnya biaya pengobatan selama sakit, utang piutang kepada pihak ketiga, serta kewajiban zakat atau haji jika pewaris belum menunaikannya semasa hidup. Selanjutnya, bila pewaris meninggalkan wasiat, maka ahli waris berkewajiban melaksanakannya sejauh tidak melebihi sepertiga dari keseluruhan harta. Barulah setelah itu, proses pembagian harta warisan dapat dilakukan kepada pihak-pihak yang berhak, sesuai dengan ketentuan faraidh dalam Islam. Ini menunjukkan bahwa pembagian warisan bukan sekadar persoalan material, melainkan juga bentuk tanggung jawab moral terhadap hak-hak Allah dan sesama manusia.

2. Urgensi Penyelesaian Warisan Secara Cepat dan Tepat

Penyelesaian harta warisan merupakan salah satu kewajiban penting yang harus segera ditindaklanjuti oleh ahli waris, tidak hanya demi menjaga tertibnya hak-hak masing-masing pihak, tetapi juga untuk menghindari potensi konflik yang bisa saja muncul bila proses tersebut ditunda atau diabaikan. Dalam sejumlah studi yang dimuat dalam jurnal hukum Islam dan sosial, disebutkan bahwa keterlambatan dalam membagi harta warisan dapat memicu berbagai persoalan, mulai dari ketidakjelasan status kepemilikan, penyalahgunaan aset, hingga perselisihan antara sesama ahli waris yang berdampak pada keretakan hubungan keluarga. Oleh karena itu, penyelesaian warisan harus dilakukan segera setelah semua kewajiban pewaris dituntaskan, termasuk penyelesaian utang dan pelaksanaan wasiat. Dalam praktiknya, proses ini juga sangat bergantung pada keterbukaan komunikasi di antara ahli waris serta pemahaman terhadap hukum yang berlaku. Dengan demikian, penyelesaian yang cepat tidak hanya mencerminkan sikap profesional dalam pengelolaan harta, tetapi juga merupakan manifestasi dari tanggung jawab moral dan spiritual yang diemban oleh para ahli waris.

3. Akar Masalah Sengketa Warisan di Tengah Masyarakat

Fenomena persengketaan dalam pembagian harta warisan masih menjadi persoalan klasik yang kerap kali mencuat di berbagai wilayah, baik di perkotaan maupun pedesaan. Persoalan ini umumnya berawal dari kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hukum waris Islam, yang secara rinci telah mengatur siapa saja yang berhak menerima warisan, berapa bagian masing-masing, dan dalam kondisi apa seseorang gugur hak warisnya. Ketidaktahuan tersebut seringkali diperparah oleh ambisi pribadi, prasangka negatif antar saudara, hingga campur tangan pihak luar yang memperkeruh suasana. Dalam sejumlah penelitian, seperti yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Hukum dan Dinamika Sosial, disebutkan bahwa banyak masyarakat lebih mengandalkan perasaan keadilan versi sendiri ketimbang merujuk pada ketentuan syariat atau peraturan perundang-undangan. Selain itu, sering pula ditemukan kasus di mana harta peninggalan belum dibagi puluhan tahun setelah pewaris meninggal, yang kemudian diwariskan lagi ke generasi berikutnya tanpa kejelasan status. Akibatnya, ketika generasi penerus berusaha menyelesaikannya, mereka justru terjebak dalam konflik yang semakin kompleks.

4. Strategi Penyelesaian Warisan yang Ideal di Tengah Masyarakat

Untuk menghindari konflik berkepanjangan yang dapat merusak hubungan kekeluargaan, penyelesaian harta warisan seyogianya dilakukan dengan pendekatan yang bijak dan berbasis musyawarah. Dalam hal ini, masyarakat perlu didorong untuk menjadikan nilai-nilai Islam sebagai landasan utama dalam menyelesaikan sengketa waris, yakni dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan, kearifan lokal, dan kekeluargaan. Di beberapa daerah, pendekatan kultural masih sangat efektif, di mana tokoh adat atau tokoh agama dilibatkan dalam memediasi dan memberikan nasihat hukum. Peran lembaga keagamaan seperti Kantor Urusan Agama (KUA) atau Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga dapat dioptimalkan sebagai fasilitator penyuluhan hukum waris. Lebih dari itu, masyarakat harus diberikan edukasi secara rutin agar memahami bahwa hukum waris Islam hadir bukan untuk menciptakan kesenjangan, melainkan justru untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan hak sesuai dengan ketentuan Ilahi. Pendekatan edukatif dan preventif semacam ini terbukti dapat meredam potensi konflik dan menciptakan harmoni sosial yang lebih stabil.

5. Peran Mahasiswa Islam dalam Menyikapi Sengketa Warisan

Sebagai bagian dari kaum intelektual muda yang memiliki latar belakang pendidikan agama, mahasiswa Islam memiliki peran strategis dalam merespons berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat, termasuk sengketa harta warisan dalam lingkup keluarga. Ketika dihadapkan pada situasi seperti ini, seorang mahasiswa tidak cukup hanya menjadi pengamat, tetapi harus tampil sebagai agen perdamaian yang mampu memberikan pemahaman objektif dan berbasis hukum. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah memberikan edukasi tentang pembagian warisan menurut syariat Islam dan Kompilasi Hukum Islam. Selanjutnya, mahasiswa dapat memfasilitasi proses dialog dan mediasi antar pihak yang berselisih dengan pendekatan yang adil dan komunikatif. Apabila diperlukan, mahasiswa juga dapat membantu keluarga untuk mendapatkan konsultasi dari tokoh agama, dosen, atau pengacara yang kompeten. Sikap kritis, ilmiah, dan empatik menjadi senjata utama mahasiswa dalam menghadapi sengketa waris. Dengan demikian, mahasiswa Islam tidak hanya menjadi pewaris pengetahuan, tetapi juga penjaga nilai-nilai keadilan dan keharmonisan dalam masyarakat.

Agus Afriyal 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun