Mohon tunggu...
afri meldam
afri meldam Mohon Tunggu... Freelancer - penyuka jengkol, ikan segar, dan rempah

Lahir di sebuah desa kecil di pedalaman Sumatra. Menghabiskan masa kanak-kanak dengan mandi di sungai dan bermain lumpur di sawah. Mempunyai ikatan dengan ikan-ikan. Kini tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tidore dan Aroma Cengkeh

7 November 2017   16:27 Diperbarui: 7 November 2017   16:31 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soa-sio, Tidore, Maluku Utara/dokumentasi pribadi

Pintu masjid dibiarkan terbuka,yang memungkinkan angin leluasa masuk. Saya mencium aroma cengkeh di sela-sela sujud dan rukuk. Aih.

Selesai solat,kami melanjutkan perjalanan ke Benteng Torre. Lokasinya terletak persis di sebuah bukit batu di belakangan kuburan tak jauh dari kompleks Kedaton. Dari sini,Anda bisa melihat dengan jelas seantero Soa-sio.

Pak Faalilah memperkenalkan saya dengan penjaga Benteng Torre,yang usianya saya taksir melewati angka 60. Beliau antusias sekali bercerita tentang sejarah Tidore berikut Ternate dll,namun sayangnya banyak kosakatanya yang saya tidak mengerti. Beberapa kali pak Faalilah mencoba menerjemahkan,namun intinya saya menangkap bahwa ada semacam kekecewaan dari cerita beliau tentang kesultanan hari ini. Baik Ternate maupun Tidore sudah tidak "bertaring" lagi.

"Sebenarnya dulu awalnya Tidore yang ditawari menjadi ibukota Maluku Utara. Namun karena "permainan" (beliau lalu menggosokan ibu jari, telunjuk dan jari tengah), akhirnya dipilih Ternate. Tapi sekarang dipindahkan ke Sofifi, yang notabene berada dalam kekuasaan Kesultanan Tidore" cerita beliau.

Kami duduk berlama-lama di tumpukan batu di Benteng Torre,yang dinaungi oleh gunung Tidore yang sudah lama mati. Saya melempar pandang jauh ke pulau Moti atau entah pulau apa,lalu membuka peta di Google Maps. Sesungguhnya kepulauan Maluku ini hanya berupa titik-titik kecil yang hampir tak terlihat di peta dunia. Namun pelaut,saudagar dan pembesar dari Eropa sana datang ke sini untuk satu tujuan,satu harapan baru bagi bangsa mereka yang tengah dilanda krisis dan epidemi: rempah-rempah.

Dan,sejarah pun mencatat bahwa kita adalah sebuah bangsa yang pernah ditaklukkan. Ataukah masih?

Saya menyebrang kembali ke Ternate di bawah lanskap langit sore yang tenang. Keriuhan di pelabuhan tak pernah berhenti.

Ternate,5 Agustus 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun