Mohon tunggu...
Afriantoni Al Falembani
Afriantoni Al Falembani Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen dan Aktivis

Menulis dengan hati dalam bidang pendidikan, politik, sosial, fiksi, filsafat dan humaniora. Salam Sukses Selalu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Senam Jokowi Vs Paskibraka, Simbol Kebangkitan Kaum Proletar

19 Maret 2018   17:35 Diperbarui: 31 Maret 2018   08:24 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Afriantoni

(Refleksi menjelang kemerdekaan tahun 2017)

Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) selalu hadir setiap tanggal 17 bulan Agustus. Tanggal ini adalah hari Kemerdekaan bangsa Indonesia. Pasukan ini mengibarkan duplikasi Bendera Merah Putih sebagai simbol bangsa Indonesia. Saya berpikir bahwa apa yang dilakukan terkesan "simbolis" dan semangat generasi mengibarkan bendera terkesan "elit".

Mereka yang berasal dari kalangan proletar menyatakan perhatian negara hanya pada serimonial semata-mata, tidak berpikir pada pemerataan kondisi fisik dan wilayah anak bangsa.  Kalau pun ada keberpihakan sistematik telah terjalin selama ini. Karena itu, anggota Paskibraka merupakan orang-orang pilihan. Padahal bukan itu jika kita ingin memaknai lebih dalam permasalahan upacara ini.

Kemerdekaan adalah bentuk usaha pemerintah dalam melakukan perbaikan dan pemerataan ekonomi, pendidikan, sosial, hukum, dan keamanan. Saya berpikir, bisakah pelaksanaan pengibaran bendera apa adanya, tidak mesti mereka yang memiliki perawakan dan penampilan "kece" atau "guenteng". Karena mereka dari Papua akan protes jika harus mengandalkan "tampang".

Sulit dipercaya semua militerisasi pasukan pengibar bendara menjadi sorotan karena penampilan dan kecatikannya. Padahal, mereka berasal dari dusun-dusun dan daerah terpencil juga berharap bisa menjadi pengibar bendera karena "cinta tanah air" bukan karena "kece" atau "guenteng".

Anggota Paskibraka selalu pilihan dan digembleng sedemikian rupa. Mereka selama 14 hari Pendidikan dan Pelatihan Calon Paskibraka Nasional Tahun 2017 dengan formasi tertentu. Mereka semua masih dalam kelihatan muda, disiplin atau apa. Padahal hakekat kemerdekaan ini buka semata-mata milik mereka anggota paskibraka seperti ini.

Saya terbayang kepada mereka yang mengalami disabilitas. Apakah mereka bisa mengibarkan bendara?. Layakkah mereka?. Padahala, mereka sanggup "membanggakan" RI dengan memenangkan pertandingan olah raga level dunia. Nyatanya, mereka diklaim tidak sanggup untuk mengibarkan bendera dengan alasan kriteria fisik dan aturan buatan. Bagi mereka menjadi pengibar bendera semua hanya mimpi.

Bisakah pengibaran bendara dilakukan dengan sederhana sesederhana sosok Presiden Joko Widodo. Faktanya yang sering terjadi. Saya juga bertanya mengapa sosok presiden Joko Widodo dapat menjadi presiden.

Padahal dia tidak ganteng dan fisik yang mantap. Bahkan gerakan senamnya beberapa hari lalu justru menjadi "tertawaan" dan viral di media sosial. Jadi ini sebuah renungan untuk bangsa bersama untuk sebuah pemerataan, maka setiap orang akan memiliki hak terutama menjadi anggota paskibraka. Saya pernah berpikir pusaka bendara dikibarkan oleh mereka. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun